Rabu, 29 Februari 2012

Rakom Diantara Cekikan Balmon


 
Sekali diudara Dua Tiga Tahun didarat

Balai monitoring yang dikirim dari pusat terasa bagai benalu ditubuh radio komunitas,bayangkan saja balai monitoring yang memiliki fasilitas mewah dg mobil yang lengkap dg peralatan pemantau freqwensi,berkeliling lombok bahkan nusa tenggara barat ini untuk memantau perkembangan freqwensi diwilayah pulau seribu masjid.sungguh memilukan saat balai monitoring menghampiri radio komunitas yang nota benenya adalah radio yang memiliki keterbatasan dan diatur sangat ketat oleh KPID dg sedikit gerakan ditambah lagi dengan adanya aturan yang dikeluarkan oleh balai monitoring.lengkaplah penderitaan radio komunitas ibarat pepatah sudah jatuh terimpa tangga pula.



Untuk mengurus satu ijin freqwensi radio komunitas,balmon mematok harga frekwensi dengan harga yang cukup mencekik leher.pemerintah dalam hal ini harus dapat membedakan mana radio komersil yang diatur bebas dan mana radio komunitas yang berjuang untuk mengkampanyekan program pemerintah.dari mana radio sekelas radio komunitas akan mendapatkan dana puluhan juta hanya untuk membayar satu freqwensi sementara kegiatan radio komunitas yang sangat terbatas harus berjuang hidup sendiri dengan aturan yang super ketat.selain freqwensi yang diatur,tinggi antenna,besaran watt yang dikeluarkan oleh transmiter dan segala tetek bengeqnya lalu rakompun dilarang keras untuk membuat iklan.

Rakom hanya diberi ruang untuk bersiaran dg aturan yang super ketat dan kemudian rakom hanya bersiaran dg program pemerintah,sementara kerusakan yang terjadi pada peralatan selama ini hanya ditanggung oleh rakom sendiri,pemerintah tak pernah perduli dg keadaan ini sedangkan balai monitoring mematok haga sepuluh juta untuk satu ijin siaran.dari mana kita akan mendapatkan pendanaan yang begitu besarnya hanya untuk sekelas radio komunitas.

Disinilah pemerintah harus menempatkan diri sebagai badan tengah dan sebagai jembatan antara kepentingan pemerintah yang setiap waktu dan setiap saat dikumandangkan oleh radio komunitas dg segala programnya tanpa ada imbalan,sementara untuk perbaikan peralatan yang rusakpun harus ditanggung oleh pengelola atau tanggung bersama,apalagi radio komunitas ini rata rata seluruh indonesia memiliki semboyan” sekali diudara dua tiga tahun didarat “.sebaiknya kebijakan pemerintah itu sangatlah membantu bagi radio komunitas mengingat radio komunitas bukanlah radio swasta yg harus membayar pajak karena radio komunitas ini hanyalah milik masyarakat yg ingin maju dg segala bentuk keterbatasan hak yang ada.

Mungkin bapak menteri harus mengkaji ulang peraturan yang dikeluarkan untuk penggunaaan freqwensi bagi radio komunitas,mungkin bapak gubenur harus turun tangan atau bapak bupati haruslah memberikan satu kebijakan bagi pengelola radio komunitas sehingga pada pelaksanaannya masyarakat tidak diberikan kesempatan untuk melakukan hal yang tak diinginkan bersama.bila pemerintah mau turun tangan dalam persoalan perijinan maka sebagai pengelola radio komunitas diseluruh indonesia ini akan berbagngga dg pemerintah yang sudah mau melihat ketidak mampuan pengelola rakom membayar biaya freqwensi.

Inilah saat nya pemerintah membuka diri memberikan kesempatan masyarakat untuk berekspresi dan yang lebih utama bahwa kegiatan radio komunitas ini lebih banyak sebagai penyambung lidah antar pemerintah dg masyarakat yang paling bawah.informasi yang disampaikan melalui radio komunitas ini adalah dari pemerintah sehingga masyarakat yang berada pada level paling bawah dapat mengetahiu perkembangan dari segala program pemerintah baik itu dari pusat maupun daerah.anggaplah bahwa keikut sertaan dan partisipasi pemerintah dalam memberikan kemudahan perijinan merupakan bantuan yang sangat berarti bagi pengelola radio komunitas.inilah wujud yang kita harapkan dari keiukutsertaan pemerintah memberikan ruang gerak meski terbatas namun bagi pengelola rakom sangatlah berarti.semoga pemerintah dapat mengerti dg keadaan rakom yang kadang punya filsafah hidup segan matipun tak mau.

radith.sgs

Tidak ada komentar:

Posting Komentar