studi kasus tentang pelaksanaan pengembangan
lingkungan permukiman berbasis komunitas / plp-bk (neigbourhood development)
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas lingkungan permukiman
di desa kuripan kecamatan kuripan kabupaten lombok barat tahun 2010
skripsi
diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Menyusun Skripsi
Pada Fakultas Sosial
dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Mataram
Oleh :
Nama : h. l. harta winardi
No. Mhs : 208130188
Jurusan : ilmu
pemerintahan
Prog. studi :
ilmu
pemerintahan
Pada Fakultas Sosial dan
Ilmu Politik
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2011
studi kasus tentang pelaksanaan pengembangan
lingkungan permukiman berbasis komunitas / plp-bk (neigbourhood development)
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas lingkungan permukiman
di desa kuripan kecamatan kuripan kabupaten lombok barat tahun 2010
skripsi
Di Susun Oleh
h. l. harta winardi
nim. 208130188
Setelah membaca dengan seksama skripsi ini kami
berpendapat
bahwa
skripsi ini telah
memenuhi syarat-syarat
Sebagai
karya ilmiah
Mataram,
2011
Pembimbing I, Pembimbing II,
drs. M. junaidi. Rahmat Yuliawan, SE.
MOTTO
:
Mengetahui
kekurangan diri adalah tangga buat mencapai cita-cita. Berusaha terus untuk
mengisi kekurangan adalah keberanian luar biasa. Hamka.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini ku persembahkan buat :
v Seorang Istri
yang selalu setia dalam suka dan duka kehidupan
v Anak –anak kami tercinta semoga termotivasi
v Semua sahabat
yang senasip dan seperjuangan
v Almamater
Kata pengantar
Alhamdulillah penulis panjatkan puji
syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan target waktu yang telah ditentukan,
walaupun eksistensi dari skripsi ini masih sangat sederhana.
Penulis sadar bahwa rampungnya skripsi
ini tidak lepas dari keterlibatan banyak pihak yang telah memberikan bantuan
baik secara moril maupun materiil. Oleh karenanya pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Rektor Universitas Muhammadiyah Mataram beserta
jajarannya, yang dengan kesabaran dan keikhlasannya memimpin sehingga UMM tetap
eksis hingga saat ini.
2. Dekan Fakultas Sosial dan Ilmu Politik beserta
staf, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini.
3. Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan dan Ketua Program
Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Mataram.
4. Bapak Drs. M.
junaidi., dan Bapak Rahmat
Yuliawan, SE., selaku dosen pembimbing I dan II yang telah banyak mencurahkan
waktunya, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan
penyusunan skripsi ini.
5. Kepala Desa Kuripan dan seluruh stafnya yang telah
banyak memberikan masukan dan informasi yang dibutuhkan penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa keberadaan
skripsi ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan
saran yang bersifat konstruktif sangat diharapkan untuk kesempurnaannya.
Akhirnya penulis berharap semoga
skripsi ini bermanfaat untuk penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Mataram, Desember 2010
Penulis,
daftar isi
Hal
halaman judul.............................................................................................. i
halaman persetujuan
pembimbing................................................ ii
halaman persetujuan
penguji......................................................... iii
motto................................................................................................................. iv
persembahan.................................................................................................. v
kata pengantar......................................................................................... vi
daftar isi........................................................................................................ vii
bab i pendahuluan.................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................ 5
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian.................................................................... 5
bab ii tinjauan pustaka......................................................................... 8
2.1 Kebijakan Pemerintah Desa......................................................................... 8
2.1.1 Pengertian Kebijakan Pemerintah Desa............................................. 8
2.1.2 Proses Terjadinya Desa.................................................................... 10
2.1.3 Tujuan Pemerintah Desa.................................................................. 10
2.2 Pelayanan Pada masyarakat....................................................................... 12
2.2.1. Pengertian Pelayanan Pada masyarakat........................................... 12
2.2.2 Proses Pelayanan Masyarakat.......................................................... 13
2.2.3 Karakteristik dan Fungsi Pelayanan Masyarakat............................. 14
2.2.4 Tujuan dan
Manfaat Pelayanan Masyarakat.................................... 15
bab iii Metode penelitian................................................................... 18
3.1 Metode yang Digunakan.......................................................................... 18
3.2 Lokasi Penelitian...................................................................................... 18
3.4 Metode Penentuan Subyek
Penelitian..................................................... 19
3.5 Metode Pengumpulan Data..................................................................... 19
3.6 Jenis dan Sumber Data............................................................................. 20
3.7 Oprasional Variabel.................................................................................. 21
3.7 Metode Analisis Data.............................................................................. 22
bab iv hasil dan pembahasan........................................................... 23
4.1 Deskripsi Data.......................................................................................... 23
4.2 Pembahasan.............................................................................................. 28
bab v kesimpulan dan saran............................................................ 61
5.1 Kesimpulan.............................................................................................. 61
5.2 Saran ....................................................................................................... 61
Daftar pustaka......................................................................................... 63
lampiran-lampiran
bab i
pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
Pembangunan merupakan suatu hal yang
selalu menarik untuk dikaji dan diperbincangkan baik kalangan awam, terpelajar,
bahkan sampai kalangan intelektual dalam berbagai konteks dan situasi. Korelasi
dengan itu bahwa pembangunan adalah merupakan tugas dan kewajiban Pemerintah
sebagai Birokrasi Sentralisasi. Mengingat beberapa daerah-daerah di Indonesia
sudah ada nampak mengenal jati diri untuk ingin selangkah lebih maju bahkan
ingin mandiri, tidak mesti semua bergantung pada Pemerintah Pusat.
Hal ini mengacu pada Negara Kesatuan
Republik Indonesia yaitu bangsa yang majemuk artinya bangsa yang terdiri atas
pulau-pulau yang terpisah satu sama lain dan masing-masing pulau tersebut
terdapat daerah-daerah mulai tingkat Propinsi yang dipimpin oleh seorang
Gubernur, tingkat Kabupaten dikepalai oleh seorang Bupati. Sedangkan Kecamatan
dipimpin oleh seorang Camat hingga ke tingkat Kekepala desaan/Desa yang
masing-masing dikepalai oleh seorang Kepala desa/Kepala Desa. Baik Gubernur,
Bupati, Camat mau pun Kepala desa/Kepala Desa adalah merupakan Pemerintah
Daerah, yang dahulu merupakan perpanjangan tangan Pemerintah Pusat di Daerah
yang mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam melaksanakan Pembangunan baik
fisik maupun non fisik secara merata, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Sebagaimana landasan Pelaksanaannya
adalah Pembangunan berdasarkan Triologi Pembangunan, yaitu :
1. Pemerataan Pembangunan dan hasil-hasilnya menuju
tercapainya kemakmuran yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
(Surjadi, 2004:302).
Dalam Pasal 18 Undang Undang Dasar
1945 telah secara eksplisit mengatur pembagian provinsi ke dalam daerah
kabupaten dan kota, dan hal ini dapat ditemukan juga dalam Pasal 2 ayat (1)
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pernerintahan Daerah, menentukan
bahwa: "Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi, dan daerah provinsi itu dihagi atas kabupaten dan kota masing-masing
mempunyai pemerintahan daerah."
Pembagian daerah Kabupaten dan Kota
menjadi wilayah yang lebih kecil seperti kecamatan, dan kecamatan dibagi
menjadi daerah yang lebih kecil lagi seperti desa atau yang disebut dengan nama
lain dan Desa tidak didapatkan pengaturannya secara eksplisit baik dalam Undang
Undang Dasar 1945 maupun Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004. Meskipun demikian
pada kenyataannya adalah bahwa kecamatan merupakan bagian yang berada pada
daerah kabupaten dan kota, sedangkan desa atau yang disebut dengan nama lain Desa
merupakan bagian wilayah dari kecamatan dan ini telah ada sejak dulu, diakui
dan ada dalam susunan pemerintahan Indonesia. Yang harus diperhatikan adalah
bahwa masing-masing daerah provinsi, kabupaten dan kota adalah berdiri sendiri
dan tidak mempunyai hubungan hierarki satu sama lain dalam artian daerah
provinsi tidak membawahi daerah kabupaten dan kota. "tetapi dalam praktek
penyelenggaraan pemerintahan terdapat hubungan koordinasi, kerjasama dan
atau kemitraan.
Pembangunan Desa merupakan suatu
proses pengembangan kepuasan orang dengan menolong mereka memenuhi
kebutuhannya, serta perluasan dan pada kemerdekaan individu dalam hal-hal yang
bersangkutan dengan kepentingan orang-orang umumnya (Surjadi, 2004 305).
Sedangkan menurut ahli lain bahwa
pembangunan Desa adalah suatu proses yang terus menerus yang dilakukan secara
terencana untuk memperbaiki kehidupan masyarakat Desa dalam berbagai aspek,
seperti ekonomi, politik, sosial dan budaya ( Firman, 2005 39 ).
Berdasarkan kedua pendapat tersebut di
atas berarti pembangunan dilaksanakan secara berencana, menyeluruh, adil, dan
merata untuk meningkat kan taraf hidup masyarakat Desa. Latar belakang
pentingnya dilaksanakan otonomi Daerah yang luas, yaitu pengakuan terhadap
keragaman sosial budaya karena adanya kekhususan pada suatu Daerah seperti
corak geografis, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan, atau
latar belakang sejarah keberadaan komunitas sosial masyarakat setempat. Sejalan
dengan pemikiran di atas, maka Desa sudah barang tentu mempunyai kedudukan
penting sebagai basis otonomi Daerah yang luas tersebut. masyarakat Desa diberikan kembali
haknya untuk mengatur dan mengurus penyelenggaraan Pemerintahan Desa
berdasarkan susunan ash sesuai dengan hak asal usul, nilai budaya,
adat-istiadat masing-masing masyarakat Desa setempat.
Desa Kuripan Kecamatan Kuripan Kabupaten Lombok Barat merupakan
salah satu lokasi pilot Program Pengembangang Lingkungan Pemukiman Berbasis
Komunitas ( PLP-BK ) dari 18 lokasi seluruh Indonesia karena dinilai sebagai desa
yang telah mandiri. Dalam program PLP-BK bersama masyarakat telah melaksanakan
proses perencanaan pengembangan lingkungan pemukiman. Proses perencanaan ini
dilaksanakan secara partisipatif.
Masyarakat menangkap fenomena yang berkembang yaitu
semakin sempitnya lahan, kebutuhan pemukiman yang murah dan layak, tingkat
perekonomian beberapa masyarakat yang tidak mendukung mereka mendapatkan tempat
untuk tinggal sehingga banyak yang memanfaatkan daerah sempadan sungai sebagai
tempat tinggal. Ditambah lagi pemahaman yang terbatas tentang sanitasi, persampahan
dan kesehatan sehingga memperburuk kondisi lingkungan dan berubahnya beberapa
fungsi sungai sebagai tempat MCK umum.
Program Pengembangan Lingkungan Permukiman Berbasis
Komunitas (PLP-BK) merupakan suatu program peningkatan kualitas lingkungan permukiman
dimana masyarakat merencanakan dan membangun tatanan kehidupannya berdasarkan
visi masa depan yang dibangun bersama. Masyarakat mengikuti proses edukasi
untuk meningkatkan kemampuan diri mengembangkan kualitas permukiman yang
berkelanjutan (sustainability development). Tujuan umum dari program
PLP-BK yang mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat yang hamonis dengan
lingkungan hunian yang sehat, tertib, selaras, berjati diri dan lestari sejalan
dengan tujuan penataan ruang yang termuat dalam Undang- Undang no: 26 tahun
2007 tentang Penataan Ruang.
Tujuan dari penataan ruang adalah untuk mewujudkan: Keharmonisan
antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, Keterpaduan dalam penggunaan
sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya alam
dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
Perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan
akibat pemanfaatan.
Dalam pasal 65 disebutkan bahwa peran masyarakat dalam
penataan ruang antara lain diwujudkan: Partisipasi dalam penyusunan rencana
tata ruang, Partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan Partisipasi dalam
pengendalian pemanfaatan ruang.
Sehingga penulis tertarik untuk
mengkaji lebih dalam tentang “Studi Kasus tentang
Pelaksanaan Pengembangan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas / Plp-Bk (Neigbourhood Development)
untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat dan Kualitas Lingkungan Permukiman di
Desa Kuripan Kecamatan Kuripan Kabupaten Lombok Barat Tahun 2010”.
II.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas
rumusan masalah yang diapkai adalah Bagaimanakah Pelaksanaan
Pengembangan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas / Plp-Bk (Neigbourhood Development) untuk Meningkatkan
Kesejahteraan Masyarakat dan Kualitas Lingkungan Permukiman di Desa Kuripan
Kecamatan Kuripan Kabupaten Lombok Barat Tahun 2010
III. Tujuan dan Manfaat
Penelitian
3.1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Pelaksanaan
Pengembangan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas / Plp-Bk (Neigbourhood Development) untuk Meningkatkan
Kesejahteraan Masyarakat dan Kualitas Lingkungan Permukiman di Desa Kuripan
Kecamatan Kuripan Kabupaten Lombok Barat Tahun 2010..
3.2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang
diharapkan dalam penelitian ini ada tiga yaitu manfaat secara akademis dan manfaat secara teoritis
dan manfaat secara praktis yaitu sebagai berikut :
3.2.1. Manfaat Akademis
Secara akademis
merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi program strata satu (S1).
3.2.2. Manfaat Teoritis
Secara teoritis untuk
menambah perbendaharaan khasanah ilmu pengetahuan yang menyangkut bidang
pemerintahan desa. dan menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti sendiri.
3.2.3. Manfaat Praktis
Secara praktis untuk
memberikan sumbangan pemikiran dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam
prospek penyelenggaraan pemerintahan desa, dalam pelayanan pada masyarakat
serta memberikan sumbangan pemikiran bagi aparat pemerintah untuk memecahkan
masalah yang berhubungan dengan kebijakandan sebagai bahan informatika bagi
penelitian yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah dalam pelayanan pada
masyarakat.
Bab ii
Tinjauan
Pustaka
2.1. Kebijakan Pemerintah Desa
2.1.1. Pengertian Kebijakan Pemerintah Desa
Kebijakan merupakan
sebuah kenyataan atau himbauan yang berbentuk produk hukum, dimana apabila
terjadi pelanggaran terdapat sangsi yang berbentuk undang-undang. (Siswanto, 2004:12).
Desa adalah ”Suatu wilayah yang ditempati
oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan sendiri
langsung di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri
dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia” (UU No.32 Tahun 2004:73).
Desa adalah suatu kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat
istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai pemerintahan desa adalah
keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan
masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan subsistem dan sistem
penyelenggaraan pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakatnya. (Siswanto,
2004:13)
Desa dapat melakukan perbuatan hukum,
baik hukum publik maupun hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda dan
bangunan serta dapat dituntut dan menuntut di pengadilan. Untuk itu, kepala
desa dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa mempunyai wewenang untuk
melakukan perbuatan hukum dan mengadakan perjanjian yang saling menguntungkan.
Sebagai perwujudan demokrasi, di desa
dibentuk Badan Perwakilan Desa yang sesuai dengan budaya yang berkembang di
desa yang bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga legislatif dan
pengawasan dalam hal pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa dan Keputusan Kepala Desa. Di desa dibentuk lembaga kemasyarakatan
desa lainnya sesuai dengan kebutuhan desa. Lembaga Kemasyarakatan Desa
merupakan mitra pemerintah desa dalam rangka pemberdayaan masyarakat desa. Desa
memiliki sumber pembiayaan berupa pendapatan desa, bantuan pemerintah dan
Pemerintah Daerah, pendataan lain-lain yang sah, sumbangan pihak ketiga dan
pinjaman desa.
Menurut Mariun (dalam Joko Siswono:2001)
dalam bukunya Administrasi Pemerintahan Desa (2001:26) menjelaskan tentang
perbedaan pemerintah dan pemerintahan adalah sebagai berikut: istilah
Pemerintah menunjuk pada bidang tugas pekerjan atau fungsi sedangkan istilah
Pemerintahan menunjuk kepada badan-badan organ atau perlengkapan yang
menunjukkan fungsi atau bidang tugas pekerjaan itu. Dapat dikatakan kalau
Pemerintahan menunjuk kepada obyek, sedangkan istilah Pemerintah menunjuk
kepada subyek.
Maka kesimpulan yang
dapat diambil secara umum bahwa pemerintah adalah orang atau badan yang
mempunyai kewenangan memerintah, sedangkan arti umum pemerintahan menunjuk
kepada bidang tugas pekerjaan atau fungsi untuk memerintah.
Pemerintah Desa
yang tersirat dalam peraturan
daerah Kabupaten Lombok barat No. 11 Tahun 2004 Bab 1 Pasal 1 ayat 6
Tentang Pemerintahan Desa adalah Pemerintahan di Desa yang dilaksanakan oleh
Kepala Desa selaku Badan Eksekutif dan Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan nama lain badan
Legislatif.
2.1.2. Proses Terjadinya Desa
menurut Selo Soemardjan dalam
makalahnya yang berjudul “Otonomi Desa” yang dimuat. dalam majalah. JLLS (2004:2)
mengatakan dua proses terjadinya suatu desa yaitu : Pola yang pertama terjadi
dimana pembentukan suatu desa diawali dengan pembentukan hutan cikal bakal
yaitu orang pertama beserta keluarganya yang selanjutnya dijadikan tempat
tinggal untuk selama-lamanya oleh karena cikal bakal itu berhasil untuk tinggal
dengan aman dan keluarga serta keturunan. Maka orang lain datang bergabung
sebagai penduduk baru. Lama kelamaan suatu masyarakat desa yang mengatur tata
kehidupan dengan adat yang tumbuh bersama-sama dengan pengalaman hidupnya
sampai sebagian menjadi hukum adat dan pemerintah dan dengan segala
kelengkapannya.
Sedangkan pola kedua
terjadinya pembentukan desa karena terdapat banyak orang dan keluarga hidup
berkelompok, maka terbentuklah masyarakat kampung atau dukuh dan sebagainya
untuk mempermudah hubungan antara pemerintah dengan masyarakat atas prakarsa
pemerintah itu sejumlah kampung digabungkan menjadi desa dan ditempat dibawah
kekuasaaan lurah desa yang dipilih oleh keluarga bersama.
2.1.3
Tujuan Pemerintah Desa
a. Penyeragaman pemerintahan Desa
Belum terlaksana sepenuhnya, masih
berkisar pada sumbangan-sumbangan Desa.
b. Memperkuat pemerintahan Desa
Dengan diperlemahnya undang-undang
pemerintah Desa, Berbagai sumber-sumber penghasilannya dan hak wilayahnya
sebagai sumber penghasilan masyarakat pertanian diambil.
c. Mampu menggerakkan masyarakat dalam partisipasinya
terhadap pembangunan. Pembangunan digerakkan dan ‘atas” tidak berasal dan
“bawah” sehingga pembangunan dianggap sebagai “proyek pemerintah’ Masyarakat
tidak merasa memiliki.
d. Masyarakat digerakkan secara mobilisasi, bukan
partisipasi.
e. Penyelenggaraan administrasi Desa yang makin
meluas dan efektif masih jauh dan yang diharapkan khususnya SDM.
f. Memberikan arab perkembangan dan kemajuan
masyarakat (ketahanan masyarakat Desa). Fungsi ini sebenarnya ada pada LKMD,
tetapi pranata ini tidak disebut dalam UU No. 5 Tahun 1979.
1. Penataan Desa
Jiwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979
tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 sehingga perlu disempurnakan dan
ditata kembali.
Pada waktu Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1979 mulai dilaksanakan, Menteri Dalam Negeri menginstruksikan kepada Gubernur
Kepala Daerah untuk membuat daftar jumlah Desa di daerah masing-masing yang
pemerintahannya diatur menurut undang-undang tersebut. Kesempatan ini digunakan
oleh setiap daerah-daerah tertentu untuk memasukkan nama Desa sebanyak mungkin
ke dalam daftar dengan maksud mendapatkan sebanyak mungkin uang sumbangan
pembangunan Desa setiap tahunnya dan pemerintah khususnya Depdagri (Danuerdjo, 2004:149).
Kepada setiap Desa di seluruh
Indonesia oleh Depdagri setiap tahun sekali diberikan sumbangan sebagai
rangsangan pembangunan Desa dan setiap tahun sumbangan itu semakin meningkat
dan bertambah, sesuai dengan instruksi sebagian dan sumbangan itu diberikan
kepada PKK di Desa. Lambat laun tampaknya Desa-Desa kehabisan kreativitas untuk
menciptakan proyek pembangunan baru. Uang sumbangan itu kemudian dimanfaatkan
tambahan penghasilan/pendapatan kepala Desa dan perangkat Desa. Di beberapa
daerah ada “kalanya” tersumbat di kantor kecamatan atau bahkan di kantor
kabupaten.
Untuk mendapatkan sumbangan yang lebih
besar, ada Desa-Desa yang sengaja” dimekarkan/dipecahkan menjadi Desa-Desa yang
lebih kecil daerah dan penduduknya. Pengamatan di lapangan menemukan Desa baru
dengan penduduk 35 keluarga (KK) dan bahkan dengan penduduk 21 keluarga (KK).
Barangkali masih banyak lagi yang dapat kita temukan. Sudah jelas bahwa dengan
sumber daya manusia dan alam tidak mungkin Desa-Desa sekecil itu dapat
menyelenggarakan pembangunan yang berarti. Meskipun demikian untuk Desa kecil
itu setiap tahun oleh pemerintah disediakan sumbangan yang sama jumlahnya
dengan Desa yang lebih besar. Motivasi ini mendorong pembentukan Desa yang
tidak terkendali di beberapa daerah (Danuerdjo, 2004:152).
2.2. Pelayanan Pada masyarakat
2.2.1. Pengertian Pelayanan Masyarakat
Pengertian Pelayanan
adalah “usaha melayani kebutuhan orang lain”. (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2000). Contoh: Menerima surat masuk dari pihak lain yang berhubungan dengan
Desa atau Mengeluarkan surat keluar untuk masyarakat adalah bentuk pelayanan
yang rutin dilakukan oleh aparat pemerintah Desa.
Pengertian melayani adalah
membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan masyarakat. Sedangkan
Pelayanan merupakan terjemahan dari istilah “Excellent Service” yang
secara harfiah berarti pelayanan yang sangat baik dan atau pelayanan yang
terbaik. disebut sangat baik atau terbaik. karena sesuai dengan standar
pelayanan yang berlaku atau dimiliki oleh instansi yang memberikan pelayanan
pada masyarakat. Apabila instansi pelayanan masyarakat belum memiliki standar
pelayanan maka pelayanan tersebut dianggap tidak baik atau tidak mampu
memuaskan pihak yang dilayani (masyarakat). Sehingga disampaikan oleh Norman (2004:14).
Pelayanan pada
dasarnya adalah kegiatan yang ditawarkan oleh organisasi atau perorangan yang
melayani kebutuhan orang lain atau kepada konsumen (customer/yang dilayani), yang bersifat tidak
berwujud dan tidak dapat dimiliki. Pengertian yang lebih luas juga disampaikan
oleh Daviddow dan Utal (2004:19) bahwa pelayanan merupakan usaha apa saja yang
mempertinggi kepuasan masyarakat/pelanggan (whatever enhances customer
satisfaction).
Keputusan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003,
memberikan pengertian pelayanan yaitu segala kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.2.2. Proses Pelayanan
Masyarakat
Proses pelayanan
adalah aktifitas atau kegiatan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat yang
membutuhkan pelayanan sehingga membuat
kepuasan bagi masyarakat yang menerima pelayanan.
Proses pelayanan
dapat dibedakan menjadi tiga kelompok (Gonroos, 2004:247) yaitu :
a. Core Service adalah pelayanan yang ditawarkan
kepada masyarakat, contohnya adalah memberikan perhatian dan perlindungan kepada
warga masyarakat yang taat dan mau bekerja sama dengan pemerintah setempat.
dalam pelayanan pembuatan KPT, maka penyedia KTP merupakan layanan utamanya.
b. facilitating service adalah fasilitas pelayanan
tambahan kepada masyarakat misalnya terkait dengan pelayanan administrasi
masyarakat Kependudukan maka pemerintah menyediakan layanan satu atap atau satu
pintu dengan menggunakan tehnologi yang canggih atau memberikan sarana dan
prasarana seperti insetif Kepala Dusun dan kader posyandu serta memberikan
tempat posyandu dan balai pertemuan untuk masyarakat ditingkat dusun dalam
memperlancar segala urusan baik bersifat kedusunan maupun ditingkat desa dalam
melaksanakan tugasnya.
c. Supporting Service. merupakan pelayanan tambahan
untuk meningkatkan nilai pelayanan atau
membedakan dengan pelayanan dari pihak lain. misalnya dalam membuat
masyarakat nyaman maka pemerintah menyediakan ruang tunggu atau ruang Rapat yang
memadai bahkan bisa saja diberikan AC. demikian juga dengan penyedia tempat
parkir kendaraan. (Gonroos, 2004:247).
Sehingga
janji pelayanan (service offering) pelayanan merupakan suatu proses
yaitu interaksi antara masyarakat dengan pemerintah desa.
2.2.3. Karakteristik dan Fungsi Pelayanan
Masyarakat
Menurut Sutopo (2009:8), Karakteristik Pelayanan adalah sebagai berikut :
a. Pelayanan bersifat, tidak dapat
diraba, pelayanan sangat berlawanan sifatnya dengan barang jadi.
b. Pelayanan itu kenyataannya
terdiri dari tindakan nyata dan merupakan pengaruh yang sifatnya adalah
tindakan sosial.
Berdasarkan fungsi
pemerintah dalam melakukan pelayanan umum (publik) terdapat (tiga) fungsi
pelayanan yaitu environmental sevice, development service, protective
service. Pelayanan yang diberikan oleh pemeritah juga dapat dibedakan
berdasarkan siapa yang dapat menikmati atau memperoleh dampak dari suatu
layanan, baik seseorang maupun individu maupun kelompok atau kolektif.
2.2.4. Tujuan dan Manfaat
Pelayanan Masyarakat
Tujuan pelayanan
adalah memberikan pelayanan yang dapat memenuhi dan memuaskan masyarakat. dan
manfaat pelaanan adalah menumbuhkan kepercaaan publik/ masyarakat kepada
pemerintah.
Adapun kepercayaan
adalah awal atau modal dari kolaborasi dan partisipasi masyarakat dalam
program-program pembangunan.
Adapun pelayanan
publik akan bermanfaat bagi upaya peningkatan kualitas pelayanan pemerintah
kepada masyarakat sebagai pelanggan atau yang dilayani dan sebagai acuan untuk
pengembangan penyusunan standar pelayanan. Baik pelayanan masyarakat, atau stakeholder
dalam kegiatan pelayanan, akan memiliki acuan mengenai mengapa, kapan, dengan
siapa, dimana dan bagaimana pelayanan mesti dilakukan.
Di Indonesia
perhatian terhadap perbaikan pelayanan kepada masyarakat, sebenarnya sudah
diatur dalam beberapa pedoman antara lain adalah keputusan Menteri Negara
(MENPAN) Nomor 63 Tahun 2003 yang mengemukakan tentang Prinsip-prinsip
Pelayanan Publik sebagai berikut:
1. Kesedehanaan. Prosedur Pelayanan
tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah
dilaksanakan.
2. Kejelasan. Persyaratan teknis dan
administrasi pelayanan publik dan Unit Kerja/pejabat yang berwenang dan
bertanggung jawab dalam memberrikan pelayanan dan penyelesaian
keluhan/perasoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik. Serta Rincian
biaya pelayanan masyarakat dan tata cara pembayaran.
3. Kepastian Waktu. Pelaksanaan
pelayanan dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
4. Akurasi. Produk pelayana diterima
dengan benar, tepat dan sah
5. Keamanan . Proses dan pelayanan
publuk memberikan rasa aman dan kepastian hukum
6. Tanggung jawab. Pimpinan penyelenggara
pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas
penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian
keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
7. Kelengkapan Sarana dan prasarana
kerja, peralatan kerja. Peralatan kerja
dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyedia sarana tehnologi
telekomunikasi dan informatika.
8. Kenudahan Akses. Tempat dan
lokasi serta saranan pelayanan yang memadai mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat
memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
9. Kedisiplinan,kesopanan dan
keramahan. pemberi Pelayanan pada
masyarakat harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan
pelayanan dengan ikhlas.
10. Kenyamanan. Lingkungan pelayanan
pemerintah harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih,
rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas
pendukung lainnya.
upaya pemerintah untuk menetapkan standar pelayanan Desa dalam rangka
peningkatan kualitas pelayanan pada masyarakat desa sebenarnya telah lama
dilakukan. Upaya tersebut antara lain ditunjukkan dengan terbitnya berbagai
kebijakan, seperti :
1. Inpres No.5 Tahun 2006 Tentang
Pedoman Penyederhanaan dan Pengendalian
Perijinan di Bidang Usaha.
2. Surat Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara No.81 Tahun 2004
Tentang Pedoman Tata Laksana Pelayanan Umum.
3. Inpres No. 1 Tahun 1995 Tentang
Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah kepada Masyarakat.
4. Surat Edaran Menko Wasbangpan No.
56/Wasbangpan/6/98 Tentang Langkah-langkah Nyata Memperbaiki Pelayanan
Masyarakat. Istruksi Mendagri No. 20/1996
5. Surat Edaran Menkowasbangpan No.
56/MK.Wasbangpan/6/98: Surat Menkowasbangpan No.145/MK.Waspan/3/2004. Hingga
Surat Edaran Mendagri No.503/125/PUOD/2004, yang ternyata semuanya itu bermuara
pada peningkatan kualitas pelayanan.
6. Keputusan Menpen No. 81/2004
Tentang Pedoman Tata Laksana Pelayanan Umum.
7. Surat Edaran Depdagri No.
100/757/OTDA Tentang Pelaksanaan Kewenangan.
8. Wajib dan standar pelayanan
minimum pada tahun 2002
9. KepMenpen No. 63/KEP/M.PAN/7/2003
Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
bab iii
Metode Penelitian
3.1. Metode yang digunakan
Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif. Nazir (2003:63),
mengatakan bahwa metode deskriptif yaitu suatu metode dalam meneliti suatu
kelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem penelitian atau
suatu peristiwa pada masa sekarang yang bertujuan untuk membuat deskripsi,
gambaran atau lukisan secara sistematis dan faktual secara akurat mengenai
fakta, sifat-sifat dan hubungan antara fenomena-fenomena yang diselidiki. Ini
juga diungkapkan oleh Suryabrata Sumadi (2005:18) bahwa penelitian deskriptif
adalah untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.
Setelah data
terkumpul, maka segera diproses dengan pendekatan yang dilakukan oleh penulis
yaitu Data kualitatif untuk mengetahui dan juga menafsirkan fenomena dalam hal
ini penulis akan melakukan pengecekan nama dan kelengkapan data serta terisi
atau tidak semua data yang diperlukan didalam penelitian ini.
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan di Desa Kuripan. Desa Kuripan
adalah salah satu Desa yang terletak di wilayah Kecamatan Kuripan Kabupaten Lombok
barat dan Desa Kuripan terdiri
dari 13 Dusun.
Adapun lokasi ini
dipilih oleh peneliti sebagai obyek penelitian
mengingat lokasi ini merupakakan wilayah tempat tinggal peneliti
sehingga diharapkan hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi peneliti dan masyarakat
tempat peneliti tinggal.
3.3. Teknik dan Penentuan Subyek
Penelitian
Populasi itu sendiri
diterjemahkan sebagai “sekelompok individu yang memiliki ilmu pengetahuan yang
luas atau karakteristik umum yang menjadi pusat penelitian (Sanafiah Faesal, 2003:28).
Sehubungan definisi
populasi itu, maka yang menjadi populasi penelitian disini adalah tokoh masyarakat,
tokoh agama, dan kepala Desa yang berjumlah 5 orang. Mengingat jumlah
penelitian populasi yang relatif terbatas, maka teknik penentuan subyek ini
dilakukan dengan mempergunakan penelitian populasi. Hal ini didasarkan dengan
suatu pendapat (suharsimi
Arikunto 2006:123) yang menyebutkan bahwa “untuk sekedar perkiraan maka apabila
subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi”.
3.4. Metode Pengumpulan Data.
Untuk
mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, ada 3 tehnik yang
digunakan yaitu :
3.4.1
Observasi
Observasi
adalah tehnik pengumpulan data dengan cara mengamati atau melihat
peristiwa/gejala-gejala yang timbul, berkaitan dengan apa yang diteliti secara
langsung. (Sukarumidi, 2004:26).
Adapun tehnik
observasi yang digunakan peneliti adalah observasi non partisipan dengan maksud
menjaring data-data yang diperlukan agar peneliti memperoleh data yang valid,
karena lansung melakukan pengamatan di lokasi penelitian yakni Desa Kuripan.
3.4.2
Wawancara
Adapun
wawancara yang digunakan untuk menjaring informasi dalam penelitian ini adalah
wawancara tak terstruktur yang bersifat
luwes, di mana susunan pertanyaan dan kata -kata dalam setiap pertanyaan dapat
diubah saat wawancara, disesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi saat wawancara dilakukan. Pengumpulan data dengan
tehnik ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan keterangan baik itu dari
subyek maupun informan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan Aparatur Pemerintahan
Desa Kuripan.
3.5. Jenis dan Sumber Data
3.5.1 Jenis Data
Sebagaimana diketahui bahwa jenis data
itu dapat digolongkan menjadi dua bagian, yakni :
1. data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka,
atau data kualitatif yang diangkakan (skoring).
2. Data kualitatif adalah data yang berbentuk
kalimat, kata atau gambar.
Sedangkan data yang akan dipergunakan
dalam penelitian ini berupa data kualitatif yakni Pelaksanaan
Pengembangan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas / Plp-Bk (Neigbourhood Development) untuk Meningkatkan
Kesejahteraan Masyarakat dan Kualitas Lingkungan Permukiman.
3.5.2
Sumber Data
dalam penelitian ini menggunakan 2 sumber data
yaitu :
a. Sumber data primer adalah sumber-sumber yang
memberikan data langsung dari tangan
pertama. sumber data primer dalam
penelitian ini data dari hasil wawancara dan observasi
b. Sumber data sekunder dalam hal ini berupa data
sumber lain atau catatan-catatan dari lapangan berupa dokumen-dokumen.
3.6. Operasional Variabel
Untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran, maka
variabel yang dipergunakan dipandang perlu untuk didefinisikan secara
operasional variabel yang dimaksudkan adalah sebagai berikut :
1. kebijakan pemerintah Desa adalah
sebuah kenyataan atau himbauan yang berbentuk produk hukum, dimana apabila
terjadi pelanggaran terdapat sangsi yang berbentuk undang-undang.
2. Pelayanan pada masyarakat adalah
kegiatan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan pelayanan sehingga membuat kepuasan bagi
masyarakat yang menerima pelayanan.
6.7 Metode
Analisis Data
data dalam penelitian ini merupakan data
kulitatif, maka analisa dilakukan adalah bersifat induktif dan deskriptif.
Proses analisa data dimulai dengan mengkaji dan menelaah sumber, baik sumber
dari hasil wawancara maupun observasi yang sudah ditulis dalam catatan lapangan
dan proses penafsiran data (Moleong, 2003 : 190 ).
Dari uraian
diatas, maka proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui tiga
tahap, yaitu :
1. Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan,
perhatian dan penyederhanaan data kasar yang diambil dari lapangan.
2. Penyajian data merupakan penyusunan sekumpulan
pernyataan imformasi menjadi konsep rasional dengan kenyataan sehingga
memungkinkan penarikan kesimpulan.
3. Menarik suatu kesimpulan.
Dengan analisis data yang bersifat
induktif dan deskriptif diharapkan dapat dirumuskan tentang Pelaksanaan Pengembangan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas / Plp-Bk (Neigbourhood Development)
untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat dan Kualitas Lingkungan Permukiman di
Desa Kuripan Kecamatan Kuripan Kabupaten Lombok Barat Tahun 2010.
bab iv
hasil dan pembahasan
4.1 Deskripsi Data
4.1.1 Letak
Geografis
Desa Kuripan merupakan salah satu Desa di
wilayah Kecamatan Kuripan Kabupaten Lombok Barat. Adapun batas-batas wilayah Kuripan
adalah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara : Desa Jagaraga dan Kuripan Utara (Kec.
Kuripan)
2. Sebelah Timur : Desa Labulia (Kec.Jonggat Kab. Lombok
Tengah)
3. Sebelah Selatan : Desa Kuripan Selatan (Kec.Kuripan)
4. Sebelah Barat : Desa Babussalam dan Tempos (Kec.Gerung).
Sumber :
Profil Desa Kuripan
]Desa Kuripan
terbagi ke dalam 13 Dusun, yaitu Dusun Kuripan I, Dusun Kuripan II, Karang
Makam, Dusun, Dua Pelet, Dusun Sedayu, Dusun Iting, Dusun Monto, Dusun Tongkek,
Dusun Karang Rumak, Dusun Rarangan, Dusun Batu Banteng, Dusun Berambang, dan
Dusun Belunsuk. antar Dusun yang
satu dengan yang lainnya, letaknya cukup berjauhan dan dihubungakan dengan
jalan dan jembatan yang kondisinya cukup baik (observasi , 5 Desember 2010).
Secara
geografis, Desa Kuripan terletak pada ketinggian 300 m dari premukaan laut
dengan keadaan suhu rata-rata 22oC-32º C dengan curah Hujan
rata-rata +1100 mm dan terdiri dari 2 musim yaitu musim kemarau dan
musim hujan (observasi , 5 Desember
2010).
Keadaan topografi
Desa Kuripan sebagian besar adalah areal persawahan yaitu 407 Ha dan areal
hutan 100 Ha, areal perkebunan 16 Ha, untuk daerah pemukiman seluas 42 Ha dan
selebihnya 46 Ha dipergunakan untuk
bangunan kantor, sekolah, toko dan
prasarana umum lainnya. (Dokumentasi,
6 Desember 2010). Adapun rinciannya dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini :
Tabel 1 : Jenis penggunakaan lahan di Desa Kuripan Kabupaten Sumbawa.
No
|
Jenis penggunaan
|
Luas (Ha)
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7
8
|
Persawahan
Kebun
Hutan
Permukiman
Pekarangan
Perkantoran
Pekuburan
Prasarana umum
lainnya
|
407
16
100
42,2
20
6,7
2,7
16,4
|
Jumlah
|
611
|
Sumber : Profil Desa Kuripan
4.1.2 demografi
Jumlah
penduduk Desa Kuripan sampai akhir bulan 2009 adalah sebanyak 10.400 jiwa
dengan perincian penduduk lelaki sebanyak 5.150 jiwa dan penduduk perempuan
sebanyak 5.290 jiwa dengan jumlah kepala keluarga (kk) sebanyak 2.979 kk.
(Dokumentasi, 5 Desember 2010). untuk
lebuh jelasnya tentang jumlah penduduk Desa Kuripan dapat dapat dirincikan
menurut golongan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 2 di bawah
ini:
Tabel 2 : Jumlah
penduduk Desa Kuripan Sumbawa menurut
golongan umur dan jenis
kelamin.
No
|
Golongan umur
|
Jumlah
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
0-5
6 - 13 tahun
14-21 tahun
22-60 tahun
61 tahun ke atas
|
880
2051
1788
5422
259
|
Jumlah
|
10.400
|
Sumber : Profil Desa Kuripan
Jika
ditinjau dari mata pencaharian, penduduk Desa Kuripan memiliki mata pencarian
sebagai petani, buruh tani, peternak, pedagang, tukang kayu, tukang batu,
bengkel, PNS, TNI/Polri, Pegawai Swasta, Pengrajin, Penjahit, supir, Dukun
Beranak, Guru Swasta, Pekerjaan tidak tetap, dan pekerja jasa lainnya seperti terlihat pada tabel 3 di bawah ini :
Tabel 3 : Mata
Pencaharian penduduk Desa Kuripan.
No
|
Mata Pencaharian
|
Jumlah Orang
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
|
Petani
Buruh
tani
Pedagang
Tukang
kayu
Tukang
batu
Bengkel
PNS
TNI/Polri
Pegawai
Swasta
Pengrajin
Penjahit
Supir
Dukun
beranak
Guru
Swasta
Pekerjaan
tidak tetap
Pekerja
jasa lainnya
|
371
756
953
96
174
44
183
7
56
126
24
21
6
30
4125
238
|
Jumlah
|
7210
|
Sumber : Profil Desa Kuripan
Dibidang pendidikan merupakan hal yang sangat
penting dalam kehidupan disampping kebutuhan yang lainnya, baik itu pendidikan
formal mauppun non formal. Dalam upaya meningkatkan pemahaman mutu pendidikan
di Desa Kuripan dan sekaligus untuk menunjang pelaksanaan program pemerintah,
telah tersedia lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak (TK)
hingga SLTA baik yang berstatus negeri maupun swasta.
Adapun
tingkat pendidikan penduduk Desa Kuripan cukup bervariasi artinya di desa ini
terdapat masyarakat yang bependidikan SD/sederajat, SLTP/ sederajat, SLTA/
sederajat, dan perguruan tinggi (sarjana muda, dipploma dan sarjana) (observasi
dan Dokumentasi, 6 Desember 2010).
Dibidang
keagamaan yang merupakan kebutuhan rohani yang paling penting untuk dimiliki
oleh setiap orang, penduduk Desa Kuripan 100% beragama Islam, keadaan penduduk Desa
Kuripan bila dilihat dari segi agama diimbangi dengan fasilitas ibadah berupa
Masjid sebanyak 11 buah, Mushala 27 buah. (observasi,
6 Desember 2010).
Semua
sarana Ibadah tersebut difungsikan dengan baik, dimana ditemppat ini
diselenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan seperti pengajian umum berupa
dakwah islamiyah yang diadakan satu kali dalam semingu. Teman Pendidikan Al-Qur’an,
peringatan hari-hari besar islam seperti perayaan Maulid Nabi Muahmaad Saw, isra
mi’raj dan nuzulul Quran dan kegiatan-kegiatan
keagamaaan lainnya.
4.1.3 Struktur Kepengurusan Pemerintahan Desa Kuripan
Di dalam pelaksanaan
program-program desa di masing-masing wilayah, kepala desa dibantu oleh
aparatur desa sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Sacara struktur
kelembagaan pemerintahan yang ada di Desa Kuripan adalah dibawah ini :
Struktur Pemerintahan Desa
Kuripan
Kecamatan Kuripan
Kabupaten Lombok Barat
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
Sumber : Monografi Desa Kuripan tahun 2011.
4.2 Pelaksanaan Pengembangan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas / Plp-Bk (Neigbourhood Development)
untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat dan Kualitas Lingkungan Permukiman
di Desa Kuripan Tahun 2010
4.2.1
Gambaran Umum Pengembangan
Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas
hasil observasi pada tanggal 20 Desember 2010 bahwa dalam kegiatan Pengembangan Lingkungan Permukiman Berbasis
Komunitas Di Desa Kuripan, masyarakat berencana dan membangun tatanan kehidupan
warganya berdasarkan visi masa depan yang dibangun bersama. Dengan demikian
Lingkungan fisik yang sehat, tertib, selaras dan lestari merupakaran wujud dari
budaya maju masyarakatnya. (Neighborhood Development).
Secara umum, Pengembangan
Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas bertujuan untuk mewujudkan tatanan
kehidupan masyarakat yang harmonis dengan lingkungan hunian yang sehat, tertib,
selaras, berjatidiri dan lestari. Sedangkan secara khusus, tujuan kegiatan ini
adalah mewujudkan :
a. Masyarakat yang sadar pentingnya
tinggal di permukiman yang tertata selaras dgn lingkungan yg lebih luas dan
tanggap bencana
b. Masyarakat yang
berbudaya sehat, bersih, dan tertib pembangunan.
c. Masyarakat yang mampu secara kreatif
dan inovatif melakukan perencanaan, dan pengelolaan pembangunan lingkungan
permukiman mereka
d. Tata kelembagaan kelurahan yang efektif dan
efisien dalam menerapkan tata kepemerintahan yang baik (good governance).
Untuk mencapai hasil
seperti tersebut di atas dan sesuai dengan pendekatan yang dianut maka strategi
pelaksanaan dirumuskan sebagai berikut:
a. Menggunakan pembangunan lingkungan sebagai pintu
masuk untuk pembangunan manusia
seutuhnya jasmaniah rohaniah sehingga menghasilkan warga masyarakat yang secara
sosial efektif dan secara ekonomi produktif yang pada gilirannya akan
membangunan masyarakat adil, maju dan sejahtera. Strategi ini akan diwujudkan
dalam 3 cara utama sebagai berikut :
§ Edukasi masyarakat dalam bentuk pembelajaran kritis, diskusi kelompok terarah, studi kasus, kunjungan lapangan, dll yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, tata kepemerintahan/pelayanan publik, bencana alam, dsb.
§ Serangkaian musyawarah warga untuk menyepakati aturan pembangunan dan pengelolaan lingkungan, penataan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, pelayanan publik, dsb
§ Menggunakan pembangunan lingkungan sebagai media
praktek untuk pengembangan tata laku yang positif dan efektif (etika
pembangunan)
b. Penguatan BKM/LKM dan UP-UP sebagai pusat pelayanan masyarakat untuk mampu secara mandiri memenuhi kebutuhan dan mengelola pembangunan lingkungan di wilayahnya (community management), melalui upaya-upaya:
§ Pelatihan dan pendampingan untuk mendorong peran UPL sebagai pusat etika pembangunan lingkungan, pengembanan pelayanan prasarana dan sarana permukiman, bengkel kontruksi, dll.
§ Pelatihan dan pendampingan untuk mendorong peran UPS sebagai pusat pembangunan sosial, pengembangan pelayanan sosial komunitas, kontrol Sosial.
§ Pelatihan dan pendampingan untuk memperluas peran UPK sebagai pusat pengembangan ekonomi bersama/rakyat, jaring produksi dan pemasaran, pelayanan modal produktif, dll
c. Menumbuhkan kreativitas dan inovasi masyarakat (entrepereneurship) untuk berencana membangun tatanan kehidupan dan hunian warganya, berdasarkan visi masa depan yang dibangun bersama, dengan memanfaatkan sumber daya yang ada maupun mengakses sumber daya lainnya dengan cara :
§ Mengorganisasi masyarakat menyusun dan menyepakati rencana pembangunan /penataan kembali lingkungan permukiman di wilayahnya sehingga dihasilkan rencana pembangunan permukiman (tata bangunan dan lingkungan) yang disepakati bersama antara masyarakat dan pemerintah
§ Mengalang berbagai sumber daya baik internal maupun eksternal untuk mendukung terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman sesuai yang dicita-citakan, dengan memanfaatkan mekanisme musrenbang mulai tingkat kelurahan, kecamatan dan kota/kabupaten, serta mekanisme mekanisme lain yang berlaku.
d.
Reorientasi Peran Pemerintah dan Swasta menuju tata kepemerintahan yang
baik (good governance) dengan cara:
§ Lokakarya, pelatihan
dan study lapangan tentang pembangunan berbasis komunitas dan nilai
§ Reformasi kebijakan,
program dan anggaran kearah pembangunan manusia seutuhnya melalui praktek
pembangunan/penataan kembali lingkungan permukiman
4.2.2
Langkah-Langkah Pelaksanaan
Kegiatan Pengembangan
Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas secara substansi merupakan
implementasi konsep kemitraan dan ‘channeling’ program pada skala yang
lebih kecil, yakni skala kelurahan. Dengan demikian, melalui kegiatan ini diharapkan
terjadi proses pembelajaran, pengembangan dan pelembagaan kemitraan sinergis
antara masyarakat, pemerintah kelurahan, pemerintah daerah dan kelompok peduli
setempat. Prosesnya lebih mengutamakan
pada keswadayaan, kemandirian dan kerja keras untuk menggalang segenap potensi
sumber daya yang dimiliki bersama dan mengakses berbagai sumber daya dari luar
lainnya dalam upaya mengembangkan lingkungan permukiman yang sehat, tertib, selaras, berjatidiri dan lestari
menuju cita-cita masyarakat yang sejahtera.
Terdapat empat langkah pelaksanaan pengembangan
lingkungan permukiman berbasis komunitas di tingkat masyarakat kelurahan,
yakni:
1. Tahap
Persiapan, termasuk didalamnya adalah penetapan lokasi sasaran, dan sosialisasi
Program
2. Tahap
Perencanaan Partisipatif (penyusunan Rencana Pengembangan Lingkungan Permukiman
Kelurahan dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Prioritas Berbasis Komunitas).
3. Tahap
Pemasaran Sosial RTBL berbasis komunitas,
4. Tahap
Pelaksanaan Kegiatan Mandiri
a. Tahap Persiapan
Tahap persiapan ini pada dasarnya adalah menyiapkan para
pelaku terkait, baik di tingkat pusat maupun daerah, agar lebih memahami
Program Pengembangan Lingkungan Permukiman Berbasis
Komunitas dan mendorong integrasi serta sinkronisasi kegiatan-kegiatan
terkait di pemeriintah nasional maupun di daerah. Langkah-langkah kegiatan pada
tahap persiapan akan dijelaskan pada Tabel 4. berikut ini:
Tabel 4. Langkah-langkah
pelaksanaan pada Tahap Persiapan
Kegiatan
|
Pelaku
|
Hasil
|
Keterangan
|
|
1.
|
Sosialisasi dan orientasi tugas program ND untuk Konsultan Manajemen
Wilayah (KMW) pada lokasi terpilih.
|
- Penyelenggara : KMP
- Peserta : Seluruh Staf KMW (Tim Leader,
Korkot/Askorkot, Tenaga Ahli dan lainnya
- Fasilitator : Tim ND.
|
§ Konsultan pelaksana paham dan penyamaan persepsi
tentang program ND
§ Rencana tindak pelaksanaan ND di lapangan
disetujui KMP.
|
§ Minggu ke 1 sd ke-2 di 2 bulan sebelum
pelaksanaan
|
2.
|
Lokakarya orientasi ND tingkat
Propinsi
|
- Penyelenggara: Bappeda tk Propinsi.
- Peserta : Walikota/bupati, bappekot/kab, DPRD
propinsi, dinas/instansi terkait & Tokoh-tokoh masyarakat/ kelompok
strategis.
- Fasilitator: TKPK-D dan kelompok peduli
setempat.
- Nara sumber: KMW, satker provinsi & Pem
Kota/Kab.
|
§ Pemerintah propinsi, tokoh Masyarakat & Kelompok Strategis
paham dan terjadi persamaan persepsi, integrasi & sinkronisasi program ND
di daerah dengan program lain.
§ Ditandatanganinya SPPB
|
§ Minggu ke 3 sd ke-4 di 2 bulan sebelum
pelaksanaan
|
3.
|
Verifikasi KMW untuk Pencairan BLM -1
|
- Penyelenggara
: KMW
|
§ Terverifikasinya SPPB yang diajukan sebagai
syarat pencairan BLM tahap 1
|
§ Minggu ke 1 sd ke-2 di 1 bulan sebelum
pelaksanaan
|
4.
|
Lokakarya orientasi program ND tingkat
Propinsi untuk pelaku Kota/Kabupaten
|
- Penyelenggara: Bappeda Propinsi serta Dinas
Pengembangan Permukiman& PBL
- Peserta : Camat, lurah/ kades, dinas/instansi
terkait & tokoh-tokoh masyarakat/ kelompok strategis
- Fasilitator: TKPK-D, PJOK dan kelompok peduli
setempat
- Nara sumber: KMW & Pemkot/kab
|
§ Camat, dinas/instansi terkait, tokoh masyarakat
& kelompok strategis paham dan terjadi persamaan persepsi, dan
sinkronisasi program ND di daerah dengan program
lain
|
§ Pembicara adl Ka.Dinas Propinsi, KMW sebagai
nara sumber.
|
5.
|
Lokakarya Orientasi program ND tingkat Kota Kabupaten untuk pelaku
Kelurahan
|
- Penyelenggara: Bappeda Kota/Kab
- Peserta: Wakil-wakil kelurahan/desa: DK atau
BPD, Ka.Dusun, RW, RT, organisasi masyarakat, dan tokoh-tokoh masyarakat
- Fasilitator : PJOK, TKPK-D dan klpk peduli
- Nara Sumber: Pejabat pemda setempat &KMW
|
§ Pemda melalui instansi/ dinas terkait mampu
mendukung program ND sebagai Technical
Assistance
§
Pembentukan
Tim Bantuan Teknis Pemda (TA)
§
Kesepakatan
Rencana Tindak Lanjut untuk meneruskan
informasi kepada masyarakat
|
§ Pembicara adl Ka.Dinas Kota/kab, KMW sebagai
nara sumber.
§ Minggu ke 3 sd ke-4 di 1 bulan sebelum
pelaksanaan
|
b. Tahap Perencanaan Partisipatif
Inti kegiatan pada
tahap Perencanan Partisipatif ini adalah proses kolaborasi perencanaan, yang
didalamnya antar berbagai pihak (masyarakat, pemerintah, para peduli, dan/atau
pelaku usaha) dapat saling terbuka berbagi informasi, melakukan dialog dan konsultasi, dan bersepakat
terhadap pokok-pokok perencanaan dan pembangunan. Para pihak tersebut kemudian
berupaya menyusun berbagai pengaturan yang diperlukan, dan melembagakannya
melalui organisasi masing-masing dengan prinsip tata kepemerintahan yang baik (good
governace). Dasar pijakannya tetap konsisten pada pelembagaan nilai-nilai
universal kemanusiaan (value based development), prinsip-prinsip
universal kemasyarakatan (good governance), serta prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Pelaksanaan kegiatan
pada Tahap Perencanaan Partisipatif merupakan kolaborasi berbagai pihak yaitu :
1.
Pelaksana
proses yang bersifat Ad Hoc berbentuk Tim Inti Perencanaan yang merupakan
kolaborasi antara Pemda, Kelurahan, BKM /UP-UP dan Kelompok Pemerhati, dan
2.
Kelompok
Kerja Perencanaan, bertugas membantu Tim Inti Perencanaan; yang didalamnya akan
terdiri dari individu-individu relawan, Lembaga Keswadayaan Masyarakat, atau
dapat pula berasal dari perangkat pemda dan kelurahan.
3.
Tim Pendukung
(support) yaitu perangkat dari Dinas-dinas Pemda pemberi Bantuan Teknis (Technical
Assistance) serta Tim Fasilitator
KMW,
Langkah-langkah
kegiatan pada tahap ini dapat dibagi dalam empat kelompok kegiatan sebagai
berikut : A) Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat, B) Persiapan Proses
Perencanaan Partisipatif, C) Rencana Lingkungan Makro dan D) Rencana Lingkungan
Mikro (RTBL).
Secara lebih detil,
keempat langkah-langkah kegiatan akan diuraikan
melalui tabel – tabel dibawah ini.
1. Pengorganisasian dan
Pengembangan Masyarakat
Tahap
pengorganisasian dan pengembangan
masyarakat akan dimulai dengan
pelaksanaan kegiatan sosialisasi program, kemudian dilaksanakan perekrutan
relawan serta Tim Inti Perencanaan Partisipatif sebagai pendukung pelaksana
kegiatan dan kelompok kerja yang akan dilatih kemudian menyusun rencana tindak
partisipatif.
Secara lebih rinci
kegiatan – kegiatan tersebut akan diuraikan pada Tabel 5. dibawah ini.
Tabel 5. Langkah-langkah pelaksanaan Pengorganisasian & Pengembangan
Masyarakat
No
|
Kegiatan
|
Pelaku
|
Hasil
|
Keterangan
|
6.
|
Sosialisasi awal
program ND di masyarakat
|
- Penyelenggara: PJOK, Lurah/ Kades & BKM
- Peserta: Representasi segenap
masyarakat di kelurahan sasaran,
- Fasilitator: Tim Fasilitator
|
§ Program ND tersosialisasi ke
seluruh lapisan masyarakat desa/kelurahan penerima
§
|
§ Dilakukan melalui sejumlah pertemuan warga, kelurahan/desa.
§ Minggu 1 sd ke-2, bulan ke-1
pelaksanaan
|
7.
|
Pendaftaran Relawan
|
- Penyelenggara: Lurah/ Kades & BKM
- Peserta: masyarakat kelurahan
sasaran,
-
Fasilitator: Tim Fasilitator
|
§ Terekrutnya sejumlah relawan
masyarakat
§
|
§ Dilakukan melalui pertemuan
warga, kelurahan/desa
§ Minggu 2 sd ke-3, bulan ke-1
pelaksanaan
|
8.
|
Pembentukan Kelompok kerja perencanaan parisipatif
|
- Penyelenggara: PJOK, Lurah/
kades & ketua RW/RT
- Peserta: Masyarakat luas,
Dinas-dinas, Pemda BKM/UP-UP & Kelompok peduli.
-
Fasilitator: Tim Fasilitator
|
§ Terbentuknya Tim Inti
Perencanaan Partisipatif yang bersifat
Ad-Hoc
§ Terbentuknya Kelompok Kerja
Perencanaan (POKJA) sebagai pelaksana kegiatan dalam hal tata ruang, kegiatan ekonomi ,
|
§ Dilakukan melalui
pertemuan diskusi terarah warga
kelurahan/desa
§ Minggu 4 , bulan ke-1
pelaksanaan
|
9.
|
Pelatihan dasar proses perencanaan partisipatif
bagi Tim Inti dan Pokja Perencanaan
|
-
Penyelenggara: Lurah/Kades & BKM
-
Peserta: Relawan, Individu dinas/instansi tk kelurahan & Pemda,
kelompok pemerhati
-
Fasilitator: KMW
|
§ Pokja Tata ruang memahami cara menggali potensi dan masalah
fisik kawasan melalui peta.
§ Pokja Kegiatan Ekonomi memahami
cara menggali potensi dan pola pengembangan sektor ekonomi warga
§ Pokja Jaringan Jalan, drainase
& jembatan memahami cara menggali
kondisi aktual dan manfaat jalan, drainase & jembatan
§ Pokja Air bersih dan sanitasi
memahami cara mengenali kondisi,
potensi dan pola pelayanan yang diperlukan
§ Pokja Peningkatan Pelayanan
Publik memahami cara mengenali kebutuhan sosial masyarakat dan pola pelayanannya
|
§ Minggu 1 sd ke-2, bulan ke-2
pelaksanaan
|
10.
|
Penyusunan Rencana Tindak Perencanaan partisipatif
|
-
Penyelenggara: PJOK, Lurah/Kades
-
Peserta: Tim Inti perencanaan dan POKJA-POKJA
-
Fasilitator: Tim Fasilitator
|
§ Tim Inti perencanaan serta Pokja-Pokja berhasil membuat Rencana
Tindak
|
§ Minggu 1 sd ke-2, bulan ke-2
pelaksanaan
|
11.
|
Proses Pencairan BLM -1
|
- Penyelenggara : KMW
|
§ Terverifikasinya Rencana Tindak
Perencanaan Partisipatif oleh KMW
§ BLM-1 cair ke BKM
|
§ Minggu ke-2, bulan ke-2
pelaksanaan
|
2. Persiapan Proses Perencanaan
Partisipatif
Pada tahap
persiapan proses perencanaan partisipatif akan dilakukan perekrutan Tenaga Ahli
ND yang dikelola oleh Lurah dan BKM. Proses persiapan akan didukung dengan sejumlah
kegiatan sosialisasi bagi masyarakat
secara berkala dan bimbingan khusus bagi UP-UP BKM sebagai pengarah kegiatan.
Secara rinci pelaksanaan tahap persiapan akan dijelaskan pada tabel 6 berikut
ini.
Tabel 6.
Langkah – langkah Persiapan
proses Perencanaan Partisipatif
Kegiatan
|
Pelaku
|
Hasil
|
Keterangan
|
|
12.
|
Pelatihan tentang Recruitment Tenaga Ahli (TA-ND)
|
- Penyelenggara : KMW
- Peserta : Lurah/Kades, BKM
- Fasilitator : Tim Fasilitator & Tim Pelatih
|
§ BKM, kelurahan dan Pemda
memiliki kesamaan konsep perekrutan TA
§ BKM paham prosedur perekrutan
|
- Minggu 3 sd ke-4, bulan ke-2
pelaksanaan
|
13.
|
Proses Perekrutan Tenaga Ahli (TA-ND)
|
- Penyelenggara: Kelurahan
dan BKM
- Peserta: Anggota TKPK-D, PJOK ,
perangkat dinas/instansi terkait
- Fasilitator: KMW & Tim
Pelatih
|
§ Kelurahan dan BKM mampu
mengelola TA agar dapat mendukung program sepenuhnya
§ Kontrak TA ditandatangani
|
- Minggu 4 , bulan ke-2 pelaksanaan dimulai
|
14.
|
Sosialisasi ttg berbagai aspek Pengembangan Lingkungan
Permukiman
|
-
Penyelenggara: Dinas – dinas Kota/Kabupaten selaku Technical
Assistance
- Peserta: Tim Inti Perencanaan
termasuk POKJA, UP-UP BKM, kelompok pemerhati & TA ND)
- Fasilitator: KMW
|
Peserta memahami berbagai hal yang terkait dengan :
§ Perencanaan Ruang
§ Mitigasi bencana
§ RTBL
§ Perijinan pembangunan
|
§ Dilakukan secara berkala setiap bulan
|
15.
|
Bimbingan dan Penguatan UP-UP BKM /LKM
|
- Penyelenggara: TA dan
dinas – dinas Kelurahan
- Peserta: UP – UP BKM
- Fasilitator: KMW & Tim
Pelatih
|
§ UPL diharapkan dapat berperan
sebagai pusat etika pembangunan lingkungan,pengemban pelayanan masyarakat dan
sarana permukiman
§ UPS diharapkan dapat berperan
menjadi pusat pembangunan sosial, pengembangan pelayanan sosial
komunitas dan kontrol Sosial
§ UPK diharapkan dapat berperan sebagai pusat pengembangan
ekonomi bersama/rakyat, jaring produksi dan pemasaran serta pelayanan modal
produktif
|
§ Minggu 1 sd ke-2, bulan ke-3
pelaksanaan
|
3. Perencanaan Lingkungan Makro
(Rencana Pengembangan Lingkungan)
Proses perencanaan lingkungan makro
akan diawali dengan review hasil – hasil perencanaan yang ada, kemudian pelaksanaan
pemetaan swadaya untuk membantu perumusan kebutuhan dan aturan bersama.
Dilanjutkan dengan proses berikut adalah penyusunan Rencana Pengembangan
Lingkungan Permukiman Kelurahan untuk kemudian di uji publikan. Secara rinci
pelaksanaan tahap persiapan akan dijelaskan pada tabel 7 berikut ini.
Tabel 7. Langkah – langkah Perencanaan Lingkungan
Makro
Kegiatan
|
Pelaku
|
Hasil
|
Keterangan
|
|
16.
|
Review Perencanaan (tk
Kelurahan & Kabupaten)
|
- Penyelenggara: Lurah/ kades & BKM
- Peserta: masyarakat luas, Tim Inti Perencanaan (didukung POKJA
- POKJA) dan TA ND ,
- Fasilitator: Tim Fasilitator
- Nara sumber : Dinas-dinas
(sebagai Technical Assistance)
|
§ Pemahaman substansi perencanaan
wilayah tingkat kabupaten/ kecamatan dan terjadi persamaan persepsi mengenai
kebutuhan perencanaan.
§ Pembelajaran kritis melalui
diskusi terarah yang terkait dengan tata kepemerintahan/pelayanan publik yang
ada
|
§ Dilakukan melalui pertemuan
warga, baik dari tingkat RW/dusun hingga kelurahan/desa.
§ Minggu 3 sd ke -4,bulan ke-3
pelaksanaan.
|
17.
|
Pelaksanaan Pemetaan
Swadaya
|
- Penyelenggara: Tim Inti
Perencanaan (didukung POKJA- POKJA)
dan TA ND
- Peserta: Masyarakat luas dan kelompok peduli setempat.
- Fasilitator: Tim Fasilitator
|
§ Terjadinya proses pembelajaran
kritis di tingkat masyarakat untuk mengetahui kebutuhan riil lapangan
§ Menemu kenali berbagai
permasalahan dan keunggulan wilayah lokasi maupun disekitarnya untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kondisi tanggap bencana
|
§ Minggu ke 1 sd ke-2, bulan ke-
4 pelaksanaan.
|
18.
|
Perumusan kebutuhan bersama untuk perencanaan Makro tingkat kelurahan
|
- Penyelenggara: Tim Inti
Perencanaan (didukung POKJA- POKJA)
dan TA ND
- Peserta: Masyarakat luas dan kelompok peduli setempat..
- Fasilitator: KMW
|
§ Terumuskannya kebutuhan bersama
tingkat makro sebagai hasil analisis survey swadaya
|
§ Minggu ke-2 sd ke-4 bulan ke- 4
pelaksanaan.
|
19.
|
Penyusunan Aturan Bersama
|
- Penyelenggara: Kelurahan &
BKM
- Peserta: Tim Inti Perencanaan
(didukung POKJA- POKJA) dan TA ND
- Fasilitator: Tim fasilitator & Dinas-dinas (sebagai
Technical Assistance)
|
§ Peserta mampu menginventarisasi
aturan perencanaan yang dapat dilaksanakan oleh masyarakat
§ Mampu menemukenali berbagai
peraturan yang perlu dikompromikan dengan pihak Pemda sesuai kebutuhan dan
kondisi setempat
§ Mampu melakukan proses
penyepakatan aturan-aturan bersama
§ Mampu membentuk Lembaga pengelola yang
disepakati bersama untuk mengawasi dan berperan terhadap pelaksanaan
aturan-aturan tersebut
|
§ Minggu ke-4, bulan ke-4 sd
akhir bulan ke-5 pelaksanaan.
|
20.
|
Penyusunan Rencana Pengembangan Lingkungan Permukiman Kelurahan
|
- Penyelenggara: TA, dinas –
dinas Kelurahan dan UP-UP BKM
- Peserta: Kelompok Kerja
(relawan), kelompok pemerhati
- Fasilitator: Tim Fasilitator
|
§ Masyarakat mampu mengorganisasi
diri untuk menyusun dan menyepakati rencana pengembangan permukiman sesuai
dengan kebutuhan tingkat kelurahan
|
§ Minggu ke-4, bulan ke-4 sd
akhir bulan ke-5 pelaksanaan
|
21.
|
Proses Uji publik dan Review Rencana Pengembangan
Lingkungan Permukiman Kelurahan
|
- Penyelenggara: Tim Inti Perencanaan
- Peserta: Kelompok Kerja
(relawan), kelompok pemerhati
- Fasilitator: Tim Fasilitator
|
§ Terjadinya pembelajaran proses
transparansi hasil perencanaan agar
terjadi dialog antara masyarakat dengan rencana yang sedang disusun
§ Diperolehnya masukan
konstruktif yang akan menyempurnakan hasil perencanaan
|
§ Minggu ke-4 bulan ke-5 sd
minggu ke-1 bulan ke- 6 pelaksanaan.
|
22.
|
Penyepakatan Dokumen Rencana Pengembangan
Lingkungan Permukiman Kelurahan
|
- Penyelenggara: Tim Inti
Perencanaan
- Peserta: Bappeda Kota/Kab, BKM,
Lurah
- Fasilitator: Tim Fasilitator
|
§ Dihasilkannya Rencana
Pengembangan Lingkungan Permukiman Kelurahan yang disepakati bersama antara
pem Kota/Kab, Kelurahan dan Masyarakat serta mampu menyelesai-kan masalah
& mendukung perencanaan pada wilayah yang lebih luas
|
§ Minggu ke-1 sd ke-2 bulan ke- 6
pelaksanaan.
|
23.
|
Sosialisasi Rencana Pengembangan Lingkungan Prmukiman Kelurahan di masyarakat
|
- Penyelenggara: Tim Inti Perencanaan
- Peserta: Kelompok Kerja
(relawan), kelompok pemerhati
- Fasilitator: Tim Fasilitator
|
§ Mampu mensosialisasikan rencana
pembangunan lingkungan di tingkat masyarakat
|
§ Minggu ke-3 sd ke-4 bulan ke- 6
pelaksanaan.
|
4. Perencanaan Lingkungan Mikro (Rencana Tata
Bangunan & Lingkungan Kawasan Prioritas)
Proses perencanaan lingkungan mikro
diawali dengan perumusan kebutuhan perencanaan kawasan prioritas dan aturan
bersama. Kemudian proses berikut adalah penyusunan RTBL Kawasan Prioritas.
Secara rinci pelaksanaan tahap persiapan akan dijelaskan pada tabel 8 berikut
ini.
Tabel 8. Langkah – langkah Perencanaan Lingkungan
Mikro
Kegiatan
|
Pelaku
|
Hasil
|
Keterangan
|
|
24.
|
Perumusan kebutuhan perencanaan kawasan prioritas
|
- Penyelenggara: Tim Inti
Perencanaan
- Peserta: Pokja dan kelompok peduli setempat.
- Fasilitator: KMW
|
§ Masyarakat mampu menetapkan
lingkungan prioritas yang akan mendukung perencanaan makro tingkat kelurahan
§
|
§ Minggu ke-3 sd ke-4 bulan ke- 5
pelaksanaan.
|
25.
|
Penyusunan RTBL Kawasan Prioritas
|
- Penyelenggara: TA, dinas –
dinas Kelurahan dan UP-UP BKM
- Peserta: Kelompok Kerja
(relawan), kelompok pemerhati
- Fasilitator: Tim Fasilitator
|
§ Masyarakat mampu mengorganisasi
diri untuk menyusun dan menyepakati rencana pembangunan lingkungan prioritas
§
|
§ Minggu ke-4 bulan ke- 5 sd
minggu ke-2 bulan ke-7 pelaksanaan.
|
26.
|
Proses Uji publik dan Review RTBL Kawasan Prioritas
|
- Penyelenggara: Tim Inti Perencanaan
- Peserta: Kelompok Kerja
(relawan), kelompok pemerhati
- Fasilitator: Tim Fasilitator
|
§ Terjadinya pembelajaran proses
transparansi hasil perencanaan agar
terjadi dialog antara masyarakat dengan rencana yang sedang disusun
§ Diperolehnya masukan
konstruktif yang akan menyempurnakan hasil perencanaan
|
§ Minggu ke-2 sd ke-3 bulan ke- 7
pelaksanaan.
|
27.
|
Penyepakatan Dokumen Rencana RTBL Kawasan Prioritas
|
- Penyelenggara: Tim Inti
Perencanaan
- Peserta: Bappeda Kota/Kab, BKM,
Lurah
- Fasilitator: Tim Fasilitator
|
§ Dihasilkannya rencana
Lingkungan Prioritas (RTBL) yang disepakati bersama antara Pemda Kota/Kab,
Kelurahan dan Masyarakat
§ Mampu menyelesaikan masalah
& mendukung perencanaan pada wilayah yang lebih luas.
|
§ Minggu ke-3 sd ke-4 bulan ke- 7
pelaksanaan.
|
28.
|
Sosialisasi RTBL Kawasan Prioritas di masyarakat
|
- Penyelenggara: Tim Inti Perencanaan
- Peserta: Kelompok Kerja
(relawan), kelompok pemerhati
- Fasilitator: Tim Fasilitator
|
§ Tersosialisasinya Rencana
pembangunan lingkungan prioritas di tingkat masyarakat
|
§ Minggu ke-3 sd ke-4 bulan ke- 7
pelaksanaan.
|
29.
|
Pelaporan keuangan dan pertanggung jawaban
kegiatan
|
- Pelaksana : Tim Inti
Perencanaan (LKM, relawan masyarakat, perangkat kelurahan,).
- Fasilitator : Tim Fasilitator
& Lurah/Kades.
|
§ Pemanfaatan dana dan seluruh
progress pelaksanaan kegiatan terlaporkan dan dipertanggunggawabkan sebagai
syarat pengajuan pencairan BLM tahap berikutnya
|
§ Minggu ke-3 sd ke-4 bulan ke- 7
pelaksanaan.
|
c. Tahap Pemasaran Sosial Rtbl Berbasis Komunitas
Sebagai bagian dari
mendukung keberlanjutan upaya-upaya Pembangunan
Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas, maka perlu didukung oleh
konsep ‘chanelling’ dengan
melakukan proses pemasaran RTBL kepada berbagai pihak berkepentingan (stakeholders)
seperti berbagai dinas/instansi Pemerintah (sumber dana APBD) maupun
lembaga/instansi non Pemerintah seperti lembaga Sosial, perusahaan nasional
maupun multi nasional.
Pelaksanaan tahap
Pemasaran RTBL merupakan sinergi antara berbagai pihak yaitu :
1.
Pendukung
(support) yaitu Dinas-dinas Pemda pemberi Technical Assistance serta Tim Fasilitator KMW,
2.
Pelaksana
yang bersifat Ad Hoc berbentuk Tim Inti Pemasaran yang merupakan kolaborasi
antara Pemda, Kelurahan, BKM /UP-UP dan Kelompok Pemerhati, dan
3.
Kelompok
Kerja pelaksana kegiatan yang akan terdiri dari individu-individu relawan,
pemda dan kelurahan
Untuk mewujudkan
hal itu maka langkah-langkah pelaksanaan kegiatan pada tahap pemasaran sosial terdiri dari
kegiatan-kegiatan sebagai berikut.
A.
Persiapan Perencanaan Pemasaran Sosial
Tahap persiapan
perencanaan pemasaran dimulai dengan
pemahaman maksud dan tujuan pemasaran RTBL yang telah tersusun ditahap
perencanaan. Proses ini didukung dengan
perekrutan tenaga ahli dan penyusunan rencana tindak pemasaran untuk pengajuan
dan pencairan BLM ke-2. Kemudian
dilakukan sosialisasi hasil
rencana tindak serta pelaksanaan
pemasaran RTBL yang dapat
dilakukan secara berkala sesuai dengan event yang direncanakan.
Pelaksanaan
persiapan perencanaan pemasaran akan diuraikan secara rinci pada kegiatan-kegiatan di tabel 9.
Tabel 9. Langkah-langkah persiapan perencanaan pemasaran
Kegiatan
|
Pelaku
|
Hasil
|
Keterangan
|
|
30.
|
Bimbingan teknis penyusunan rencana pemasaran di
Tingkat Kota/Kab atau Kecamatan & Kelurahan
|
- Penyelenggara: Bappekot/ kab
- Peserta: Kelompok Kerja
(relawan), dinas/instansi tk kelurahan, kelompok pemerhati
- Fasilitator: KMW
|
§ Peserta paham proses maksud dan
tujuan disusunnya rencana pemasaran
§
|
§ Minggu ke-1 sd ke-2 bulan ke- 1
tahun ke-2 pelaksanaan
|
31.
|
Proses recruitment T.Ahli
|
- Penyelenggara: Kelurahan dan
BKM
- Peserta: Anggota TKPK-D, PJOK ,
perangkat dinas/instansi terkait
- Fasilitator: KMW & Tim Pelatih
|
§ BKM, kelurahan dan Pemda
memiliki kesamaan konsep perekrutan TA
§ Kelurahan dan BKM mampu
mengelola TA agar dapat mendukung program sepenuhnya
|
§ Minggu ke-2 sd ke-3 bulan ke- 1
tahun ke-2 pelaksanaan
|
32.
|
Penyusunan Rencana Tindak Pemasaran
|
- Pelaksana : Tim Rencana
Pemasaran (TA, LKM, relawan masyarakat, perangkat kelurahan,).
- Peserta : Warga masyarakat
desa/ kelurahan, warga miskin, perangkat kelurahan, kelompok/orang-orang
peduli setempat
- Fasilitator : Tim Fasilitator
& Lurah/Kades
-
|
§ Tersusunnya Rencana Pemasaran
RTBL dan Rencana Pengembangan Kelurahan
§
|
§ Dilakukan melalui pertemuan
warga, baik dari tingkat RW/dusun hingga kelurahan/desa.
§ Minggu ke-3 bulan ke-1 sd minggu ke-1 bulan ke- 2 tahun ke-2
pelaksanaan
§ Dilakukan bersamaan dengan
penyusunan Rencanan Tindak Pelaksanaan Fisik
|
33.
|
Pengajuan pencairan
BLM Tahap ke-2
|
- Yang mengajukan : BKM dan
Kelurahan
- Verivikator : PJOK
- Tujuan Pengajuan : Satker
Propinsi
|
§ Pengajuan BLM 2 untuk melaksanakan rencana pemasaran
& pelaksanaan kegiatan uji coba fisik hasil perencanaan
mikro (RTBL)
§ Terverifikasinya SPPB yang
diajukan sebagai syarat pencairan BLM tahap 2
§
|
§ Minggu ke-2 sd ke-3 bulan ke-2
tahun ke-2 pelaksanaan
|
34.
|
Proses Pencairan BLM -2
|
- Penyelenggara : KMW
|
§ Terverifikasinya Rencana Tindak
Partisipatif oleh KMW
§ Dana untuk proses perencanaan
cair ke BKM
|
§ Minggu ke-4 sd minggu ke-1
bulan ke- 3 tahun ke-2 pelaksanaan
|
35.
|
Sosialisasi hasil Pembahasan Rencana Tindak
Pemasaran Sosial dengan masyarakat ,
|
- Pelaksana : Tim Rencana
Pemasaran (TA, LKM, relawan masyarakat, perangkat kelurahan,).
- Peserta : Kelompok masyarakat
dan peduli
- Fasilitator : Tim Fasilitator
& Lurah/Kades.
|
§ Rencana Tindak
Pemasaran sesuai dengan aspirasi masyarakat
§
|
§ Minggu ke-1 sd ke-2 bulan ke- 3
tahun ke-2 pelaksanaan
|
36.
|
Pelaksanaan Pemasaran Sosial RTBL dan
Rencana Pengembangan Kelurahan
|
- Pelaksana : Tim Inti Perencana
(LKM, relawan masyarakat, perangkat kelurahan,).
- Fasilitator : Tim Fasilitator
& Lurah/Kades.
|
§ RTBL dan Rencana Pengembangan
kelurahan terpasarkan kepada stakeholder tk daerah dan swasta
§ Diperolehnya dana investasi
pembangunan sesuai RTBL dan Rencana Pengembangan Kelurahan
§ Evaluasi setiap kegiatan
pemasaran sosial oleh Tim
|
§ Diselenggara-kan tiap jangka waktu yg ditetapkan sd akhir
tahun ke-2
§ Bentuk event
menyesuaikan kebutuhan
|
b. Tahap
Pelaksanaan Uji Coba Kegiatan Fisik
Tahap pelaksanaan
uji coba kegiatan fisik merupakan bentuk stimulan dan proses belajar
bersama masyarakat mewujudkan hasil perencanaan mikro (RTBL)
yang telah disepakati bersama. Tahap ini
dimulai dengan penyusunan rencana tindak dilanjutkan dengan pelatihan proses
konstruksi dan pengelolaan keuangan yang diharapkan dapat mendukung pelaksanaan
kegiatan uji coba. Setelah itu dilakukan pengajuan usulan teknik kegiatan
sebelum dimulainya rangkaian tahap pelaksanaan kegiatan konstruksi. Secara
rinci seluruh tahapan akan dijelaskan dalam tabel 10. berikut ini.
Tabel 10. Langkah-langkah
pelaksanaan uji coba kegiatan fisik
Kegiatan
|
Pelaku
|
Hasil
|
Keterangan
|
|
37.
|
Penyusunan Rencana Tindak Pelaksanaan Kegiatan Fisik
|
- Pelaksana : Tim Inti Perencana
(TA, LKM, , relawan masyarakat, perangkat kelurahan)
- Peserta : Warga masyarakat
desa/ kelurahan, warga miskin, perangkat kelurahan, kelompok/orang-orang
peduli setempat
- Fasilitator : Tim Fasilitator
& Lurah/Kades
|
§ Tersusunnya Rencana Tindak
Pelaksanaan Kegiatan Fisik berupa
lokasi dan jenis kegiatan, serta anggaran dan tahun pelaksanaan
§
|
§ Dilakukan melalui pertemuan
warga, baik dari tingkat RW/dusun hingga kelurahan/desa.
§ Minggu ke-2 sd ke-3 bulan ke- 1
tahun ke-2 pelaksanaan
§ Dilakukan bersamaan dengan
penyusunan Rencanan Tindak Pemasaran
|
38.
|
Pelatihan dan bimbingan pendukung proses
konstruksi
|
- Pelaksana : Tim Inti
Perencanaan (TA, LKM, relawan masyarakat, perangkat kelurahan,).
- Peserta : Kelompok masyarakat
dan peduli
- Fasilitator : KMW &
Lurah/Kades.
|
§ Pelaksana kegiatan telah
dilatih dan dibimbing pelaksanaan proses konstruksi
§ Pelaksana kegiatan mampu
mendukung kegiatan melalui bengkel-bengkel konstruksi agar mampu berpraktek
kerja konstruksi
|
§ Minggu ke-1 bulan ke- 2 tahun
ke-2 pelaksanaan
|
39.
|
Pelatihan dan bimbingan pendukung
pengelolaan dan keuangan
|
- Pelaksana : Tim Inti
Perencanaan (TA, LKM, relawan masyarakat, perangkat kelurahan,).
- Peserta : Kelompok masyarakat dan
peduli
- Fasilitator : KMW &
Lurah/Kades.
|
§ Pelaksana kegiatan telah
dilatih dan dibimbing pengelolaan keuangan kegiatan
§
|
§ Minggu ke-1 bulan ke- 2 tahun
ke-2 pelaksanaan
|
40.
|
Penyiapan Usulan Teknis Pelaksanaan
Kegiatan
|
- Pelaksana : KSM/Panitia
kegiatan Fisik
- Fasilitator : Tim Fasilitator
& Lurah/Kades.
|
§ Usulan kegiatan berupa RAB,DED
dan Spesifikasi Teknis terkait sesuai dengan rencana tindak yang ada
|
§ Minggu ke-1 sd ke-2 bulan ke- 2
tahun ke-2 pelaksanaan
|
41.
|
Verifikasi Usulan Teknis Kegiatan
|
- Penyelenggara : KMW
|
§ Terverifikasinya Usulan Teknis
Kegiatan oleh KMW
§ Dana untuk proses perencanaan
cair dari LKM ke KSM/Panitia pelaksana
|
§ Minggu ke-2 bulan ke- 2 tahun
ke-2 pelaksanaan
|
42.
|
Sosialisasi pelaksanaan kegiatan di
masyarakat
|
- Pelaksana : Tim Inti
Perencanaan (TA, LKM, relawan masyarakat, perangkat kelurahan,).
- Peserta : Kelompok masyarakat
dan peduli
- Fasilitator : Tim Fasilitator
& Lurah/Kades.
|
§ Tersosialisasinya kegiatan uji
coba kegiatan fisik di masyarakat
§
|
§ Minggu ke-3 bulan ke- 2 tahun
ke-2 pelaksanaan
|
43.
|
Pelaksanaan persiapan Kegiatan Fisik
|
- Pelaksana: KMW
- Peserta : Kelompok masyarakat
dan peduli
- Fasilitator : Tim Fasilitator
& Lurah/Kades.
|
§ Pelaksana kegiatan telah
menandatangani Community contract
§ Terselenggarakannya Procurement
untuk pengadaan barang dan jasa pelaksanan kegiatan fisik
§ Terlaksananya Pre
Construction meeting bagi pelaksana dan supplier pengadaan barang dan
jasa serta diketahui masyarakat pemanfaat
|
§ Minggu ke-3 sd ke-4 bulan ke- 2
tahun ke-2 pelaksanaan
|
44.
|
Pelaksanaan dan pelaporan kegiatan Fisik
|
- Pelaksana : KSM
- Fasilitator :
|
§ Terlaksananya pelaksanaan Fisik
sesuai dengan rencana tindak yang
disepakati dan Usulan Teknis yang
diajukan (RAB & DED)
|
§ Bulan ke- 3 tahun ke-2
pelaksanaan
|
45.
|
Pelaporan keuangan dan pertanggung jawaban
kegiatan
|
- Pelaksana : Tim Inti
Perencanaan (LKM, relawan, perangkat
kelurahan,).
- Fasilitator : Tim Fasilitator
& Lurah/Kades.
|
§ Pemanfaatan dana dan seluruh
progress pelaksanaan kegiatan terlaporkan dan dipertanggunggawabkan sebagai
syarat pengajuan pencairan BLM tahap berikutnya
|
§ Minggu ke-4 bulan ke- 3 tahun
ke-2 pelaksanaan
|
46.
|
Pelatihan Pemeliharaan kegiatan
Bagi masyarakat
|
- Pelaksana: TA dan dinas-dinas
terkait
- Peserta : Tim O&P dan
masyarakat peduli
- Fasilitator : Tim Fasilitator
|
§ Terlatihnya masyarakat dan
kelompok pemerhati untuk memelihara hasil – hasil pembangunan
§
|
§ Minggu ke-4 bulan ke-3 tahun
ke-2 pelaksanaan
|
47.
|
Pelaksanaan pemeliharaan hasil kegiatan
fisik
|
- Pelaksana : Masyarakat luas, Pokja – pokja, kelompok peduli
- Fasilitator : Tim Fasilitator ,
UP-UP BKM & Lurah/Kades
|
§ Terpeliharanya hasil-hasil
kegiatan fisik di masyarakat sehingga umur pemanfaatan dapat lebih lama
§
|
§ Dilakukan sesuai dengan rencana
Tim O&P serta ketentuan yg disepakati dalam Aturan Bersama
§ Pelaksanaan akan diawasi oleh
lembaga pengelola yang didukung oleh UPL BKM/LKM
|
3.4. Tahap Pelaksanaan Mandiri
Tahap pelaksanaan
mandiri adalah proses pelaksanaan pembangunan fisik hasil perencanaan mikro
(RTBL) sebagai bentuk penyelesaian permasalahan serta penggalian potensi yang
dimiliki kelurahan. Proses ini pun dilakukan untuk menumbuh kembangkan
kemampuan serta proses bekerja dan
belajar masyarakat dalam pelaksanaan dan
pengelolaan kegiatan konstruksi.
Untuk mewujudkan
hal itu, tahap pelaksanaan kegiatan fisik program
Pembangunan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas di
kelurahan akan dibagi dalam dua tahap pencairan BLM yaitu BLM tahap ke 3 dan
BLM Tahap ke 4. Kedua tahapan ini akan melalui kegiatan-kegiatan yang serupa namun berbeda dalam waktu
pelaksanaan. Secara umum, pelaksanaan kegiatan fisik akan melalui tahapan (A)
Persiapan pelaksanaan, kemudian (B) Pelaksanaan kegiatan dan diakhiri dengan
tahap (C) pelaksanaan paska kegiatan fisik. Ketiga tahap ini masing-masing akan
diuraikan sebagai berikut :
1.
Persiapan Pelaksanaan Kegiatan Fisik
Tahap persiapan pelaksanaan dilakukan
untuk mempersiapkan proses pelaksanaan konstruksi dari tahap persiapan masyarakat sebagai
pelaksana hingga pembuatan usulan teknis
kegiatan secara lengkap dan terinci.
Tahapan persiapan pelaksanaan akan diuraikan pada tabel 11 berikut ini :
Tabel 11. Langkah-langkah tahap
persiapan pelaksanaan
2. Pelaksanaan
Kegiatan Fisik
Tahap pelaksanaan
kegiatan fisik akan melalui tahap persiapan, kemudian pelaksanaan dan pelaporan
kegiatan fisik, serta pelaporan keuangan
sebagai bentuk pertanggung jawaban kegiatan yang telah dilaksanakan. Tahap
pelaksanaan kegiatan fisik ini akan diuraikan pada tabel 12 berikut ini:
Tabel 12. Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan fisik
Kegiatan
|
Pelaku
|
Hasil
|
Keterangan
|
|
53.
|
Pelaksanaan persiapan Kegiatan Fisik
|
- Pelaksana: KMW
- Peserta : Kelompok masyarakat
dan peduli
- Fasilitator : Tim Fasilitator
& Lurah/Kades.
|
§ Tersosialisasinya kegiatan di
masyarakat
§ Pelaksana kegiatan telah
menandatangani Community contract
§ Terselenggarakannya Procurement
untuk pengadaan barang dan jasa pelaksanan kegiatan fisik
§ Terlaksananya Pre Construction
Meeting bagi pelaksana dan supplier pengadaan barang dan jasa serta diketahui
masyarakat pemanfaat
|
§ Minggu ke-1 sd ke-2 bulan ke 5
tahun ke-2 pelaksanaan
|
54.
|
Pelaksanaan dan pelaporan kegiatan Fisik
|
- Pelaksana : KSM
- Fasilitator :
|
§ Terlaksananya pelaksanaan Fisik
sesuai dengan rencana tindak yang
disepakati dan mengikuti Usulan Teknis
yang diajukan (RAB & DED)
|
§ Minggu ke-3 bulan ke-5 sd
minggu ke-1 bulan ke 9 tahun ke-2 pelaksanaan
|
55.
|
Pelaporan keuangan dan pertanggung jawaban kegiatan
|
- Pelaksana : Tim Inti
Perencanaan (LKM, relawan, perangkat
kelurahan,).
- Fasilitator : Tim Fasilitator
& Lurah/Kades.
|
§ Pemanfaatan dana dan seluruh
progress pelaksanaan kegiatan terlaporkan dan dipertanggunggawabkan sebagai
syarat pengajuan pencairan BLM tahap berikutnya
|
§ Minggu ke-1 sd ke-2 bulan ke 9
tahun ke-2 pelaksanaan
|
3. Pelaksanaan Paska Kegiatan Fisik
Kegaiatan pemeliharaan hasil – hasil
kegiatan merupakan wujud peran serta masyarakat untuk menjaga hasil kegiatan
fisik yang dilakukan bersama dalam rangka keberlanjutan dan memastikan
diperolehnya umur manfaat secara maksimal.
Tahap ini akan didukung dengan pelatihan dan pelaksanaan pemeliharaan
yang akan diawasi oleh lembaga pengelola
dan didukung oleh UP-UP BKM yang akan dijelaskan pada tabel 13 berikut
ini.
Tabel 13. Langkah –
langkah pelaksanaan paska kegiatan fisik
Kegiatan
|
Pelaku
|
Hasil
|
Keterangan
|
|
56.
|
Pelatihan Pemeliharaan kegiatan
Bagi masyarakat
|
- Pelaksana: TA dan dinas-dinas
terkait
- Peserta : Tim O&P dan
masyarakat peduli
- Fasilitator : Tim Fasilitator
|
§ Terlatihnya masyarakat dan
kelompok pemerhati untuk memelihara hasil – hasil pembangunan
§
|
§ Minggu ke-3 sd ke-4 bulan ke 9
tahun ke-2 pelaksanaan
|
57.
|
Pelaksanaan pemeliharaan hasil kegiatan
fisik
|
- Pelaksana : Masyarakat luas, Pokja – pokja, kelompok peduli
- Fasilitator : Tim Fasilitator ,
UP-UP BKM & Lurah/Kades
|
§ Diperolehnya dukungan dari
masyarakat luas agar umur manfaat fasilitas terbangun dapat lebih lama
|
§ Dilakukan sesuai dengan rencana
Tim O&P serta ketentuan yg disepakati dalam Aturan Bersama
§ Pelaksanaan akan diawasi oleh
lembaga pengelola yang didukung oleh UPL BKM/LKM
|
4.2.3 Prinsip-Prinsip dalam pelaksanaan
a. Prinsip-prinsip pembangunan yang dianut
adalah:
1. Solidaritas (tanggung renteng);
Upaya pengembangan lingkungan
permukiman ini harus menjadi tanggung jawab bersama dengan mengutamakan yang
paling lemah melalui upaya gotong royong (berat sama dipikul ringan sama
dijinjing)
2.
Keterbukaan;
Mengajarkan kepada semua pelaku
untuk saling terbuka juga terhadap pembaruan atau inovasi-inovasi demi kemajuan
bersama
1. Transparansi;
Mengajak semua pelaku untuk dapat
menunjukan peran, kontribusi dan tanggung jawabnya secara jelas dan gamblang
(transparan) untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman
2. Akuntabilitas;
Mengajak semua pelaku untuk mampu
mempertanggung-jawabkan tugas dan tindakannya kepada publik dan selalu siap
untuk digugat
3. Demokrasi;
Mengajak semua pelaku untuk
mendengar dan mempertimbangkan kepentingan pihak lain dalam pengambilan
keputusan bersama.
4. Kesepakatan aturan main;
Semua keputusan dan pelaksanaan
pengembangan permukiman di wilayahnya harus didasarkan atas kebutuhan dan
aturan main yang disepakati bersama
5. Kreatif
Masyarakat kreatif mengoptimalkan
asset dan kondisi permukimannya sebagai potensi lokal yang dapat dimanfaatkan
seoptimal mungkin untuk melaksanakan pengembangan lingkungan permukiman di
wilayahnya
6. Inovatif
Masyarakat inovatif dalam menetapkan
jenis-jenis kegiatan atau program yang tidak hanya sekedar mengelola sumber
daya yang ada, namun justru lebih bersifat menggali, mencari hingga menciptakan
sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan program yang disepakati
masyarakat
7. Mengutamakan membangun kapasitas lokal
Prinsip ini sudah harus ada dibenak
semua pelaku bahwa kunci keberlanjutan pembangunan (sustainable development)
adalah berorientasi untuk membangun kapasitas masyarakat sendiri
8. Mengutamakan Kemitraan dan Kolaborasi
Pengembangan lingkungan permukiman
oleh masyarakat terkait dengan berbagai pihak, misalnya pemda dalam hal
regulasi dan peraturan. Oleh karena itu, perlu senantiasa berupaya menjalin
kemitraan sinergis dengan berbagai pihak terkait, baik pemda maupun kelompok
peduli setempat dan menjunjung tinggi nilai kolaborasi serta menghindarkan
persaingan yang dapat menjurus ke perpecahan
9.
Menggunakan sumber daya eksternal secara arif
Sumberdaya
ekternal harus disadari sebagai stimulan/pelengkap dari sumber daya sendiri,
sehingga harus digunakan secara efektif dan efisien
b. Pendekatan
Pendekatan pengembangan lingkungan
permukiman berbasis komunitas adalah kombinasi antara:
a. Pendekatan pemberdayaan
berbasis nilai dalam rangka perubahan perilaku masyarakat;
b. Pendekatan pembangunan
bertumpu pada manajemen komunitas; dan
c. Pendekatan pembangunan
bertumpu pada inovasi dan kreativitas masyarakat (entrepreneurship)
4.2.4 Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan
Dari hasil wawancara dengan Tokoh
Masyarakat Kuripan (H.L. Muhardi), pada tanggal 23 Desember 2010) mengatakan
bahwa :”Penumbuhan dan pengembangan partisipasi masyarakat seringkali terhambat
oleh persepsi yang kurang tepat, yang menilai masyarakat “sulit diajak maju”
oleh sebab itu kesulitan penumbuhan dan pengembangan partisipasi masyarakat
juga disebabkan karena sudah adanya campur tangan dari pihak penguasa. Ini
sesuai dengan pendapat Tsakif (2005) yang menyatakan bahwa macam bentuk partisipasi masyarakat terdiri dari 7 komponen yaitu
sebagai berikut:
1.
Partisipasi Pasif / manipulatif
dengan karakteristik masyarakat diberitahu apa yang sedang atau telah terjadi,
pengumuman sepihak oleh pelaksanaan proyek tanpa memperhatikan tanggapan
masyarakat dan informasi yang diperlukan terbatas pada kalangan profesional di
luar kelompok sasaran.
2.
Partisipasi Informatif memilki
kararkteristik dimana masyarakat menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian,
masyarakat tidak diberikesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses
penelitian dan akuarasi hasil penelitian tidak dibahas bersama masyarakat.
3.
Partisipasi konsultatif dengan
karateristik masyaakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, tidak ada
peluang pembuatan keputusan bersama, dan para profesional tidak berkewajiban
untuk mengajukan pandangan masyarakat (sebagi masukan).
4.
Partisipasi intensif memiliki
karakteristik masyarakat memberikan korbanan atau jasanya untuk memperoleh
imbalan berupa intensif/upah. Masyarakat tidak dilibatkan dalam proses
pembelajaran atau eksperimen-eksperimen yang dilakukan dan masyarakat tidak
memiliki andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan setelah intensif dihentikan.
5.
Partisipasi Fungsional memiliki
karakteristik masyarakat membentuk kelompok untuk mencapai tujuan proyek,
pembentukan kelompok biasanya setelah ada keptusan-keputusan utama yang di
sepakati, pada tahap awal masyarakat tergantung terhadap pihak luar namun
secara bertahap menunjukkan kemandiriannya.
6.
Partisipasi interaktif memiliki
ciri dimana masyarakat berperan dalam analisis untuk perencanaan kegiatan dan
pembentukan penguatan kelembagaan dan cenderung melibatkan metoda interdisipliner
yang mencari keragaman prespektik dalam proses belajar mengajar yang terstuktur
dan sisteatis. Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas (pelaksanaan)
keputusan-keputusan merek, sehingga memiliki andil dalam keseluruhan proses
kegiatan.
7.
Self mobilization (mandiri) memiliki karakter masyarakat mengambil inisiatif sendiri
secara bebas (tidak dipengaruhi oleh pihak luar) untuk mengubah sistem atau
nilai yang mereka miliki. Masyarakat mengambangkan kontak dengan
lembaga-lemabaga lain untuk mendapatkan bantuan-bantuan tehnis dan sumberdaya
yang diperlukan. Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang
ada dan atau digunakan
Dari hasil wawancara dengan H. Tauhid (tokoh masyarakat Kuripan,
pada tanggal 24 Desember 2010) mengatakan bahwa dalam berpartisipasi masyarakat
mempunyai tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Tahap partisipasi dalam pengambilan keputusan. Pada umumnya, setiap
program pembangunan masyarakat (termasuk pemanfaatan sumber daya lokal dan
alokasi anggarannya) selalu ditetapkan sendiri oleh pemerintah pusat, yang
dalam hal ini lebih mencerminkan sifat kebutuhan kelompok-kelompok elit yang
berkuasa dan kurang mencerminkan keinginan dan kebutuhan masyarakat banyak.
Karena itu, partisipasi masyarakat dalam pembangunan perlu ditumbuhkan melalui
dibukanya forum yang memungkinkan masyarakat banyak berpartisipasi langsung di
dalam proses pengambilan keputusan tentang program-program pembangunan di
wilayah setempat atau di tingkat lokal.
b. Tahap partisipasi dalam perencanaan kegiatan. Disini ada tiga yaitu
partisipasi dalam tahap perencanaan, partisipasi dalam tahap pelaksanaan, dan
partisipasi dalam tahap pemanfaatan.
Partisipasi dalam tahap perencanaan merupakan tahapan
yang paling tinggi tingkatannya diukur dari derajat keterlibatannya. Dalam
tahap perencanaan, orang sekaligus diajak turut membuat keputusan yang mencakup
merumuskan tujuan, maksud dan target. Salah satu metodologi perencanaan
pembangunan yang baru adalah mengakui adanya kemampuan yang berbeda dari setiap
kelompok masyarakat dalam mengontrol dan ketergantungan mereka terhadap
sumber-sumber yang dapat diraih di dalam sistem lingkungannya. Pengetahuan para
perencana teknis yang berasal dari atas umumnya amat mendalam. Oleh karena
keadaan ini, peranan masyarakat sendirilah akhirnya yang mau membuat pilihan
akhir sebab mereka yang akan menanggung kehidupan mereka.
c. Tahap partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan. Partisipasi masyarakat
dalam pembangunan, seringkali diartikan sebagai partisipasi masyarakat banyak
(yang umumnya lebih miskin) untuk secara sukarela menyumbangkan tenaganya di
dalam kegiatan pembangunan. Di lain pihak, lapisan yang ada di atasnya (yang
umumnya terdiri atas orang kaya) yang lebih banyak memperoleh manfaat dari
hasil pembangunan, tidak dituntut sumbangannya secara proposional. Karena itu,
partisipasi masyarakat dalam tahap pelaksanaan pembangunan harus diartikan
sebagai pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga kerja, uang tunai,
dan atau beragam bentuk korbanan lainnya yang sepadan dengan manfaat yang akan
diterima oleh warga yang bersangkutan.
d. Tahap partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan. Kegiatan
pemantauan dan evaluasi program dan proyek pembangunan sangat diperlukan. Bukan
saja agar tujuannya dapat dicapai seperti yang diharapkan, tetapi juga
diperlukan untuk memperoleh umpan balik tentang masalah-masalah dan kendala yang
muncul dalam pelaksanaan pembangunan yang bersangkutan. Dalam hal ini,
partisipasi masyarakat mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan
perkembangan kegiatan serta perilaku aparat pembangunan sangat diperlukan.
e. Tahap partisipasi dalam pemanfaatan hasil
kegiatan. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil
pembangunan, merupakan unsur terpenting yang sering terlupakan. Sebab tujuan
pembangunan adalah untuk memperbaiki mutu hidup masyarakat banyak sehingga
pemerataan hasil pembangunan merupakan tujuan utama. Di samping itu,
pemanfaaatan hasil pembangunan akan merangsang kemauan dan kesukarelaan
masyarakat untuk selalu berpartisipasi dalam setiap program pembangunan yang
akan datang.
Sedangkan hasil wawancara dengan M.
Ridwan (Staf Desa Kuripan, pada tanggal 25 Desember 2010) mengenai tingkat
kesukarelaan partisipasi masyarakat dalam pembangunan ditemukan ada beberapa
jenjang kesukarelaan sebagai berikut:
1. Partisipasi spontan, yaitu peranserta yang tumbuh karena motivasi
intrinsik berupa pemahaman, penghayatan, dan keyakinannya sendiri.
2. Partisipasi terinduksi, yaitu peranserta yang
tumbuh karena terinduksi oleh adanya motivasi ekstrinsik (berupa bujukan,
pengaruh, dorongan) dari luar; meskipun yang bersangkutan tetap memiliki
kebebasan penuh untuk berpartisipasi.
3. Partisipasi tertekan oleh kebiasaan, yaitu
peranserta yang tumbuh karena adanya tekanan yang dirasakan sebagaimana
layaknya warga masyarakat pada umumnya, atau peranserta yang dilakukan untuk
mematuhi kebiasaan, nilai-nilai, atau norma yang dianut oleh masyarakat
setempat. Jika tidak berperanserta, khawatir akan
tersisih atau dikucilkan masyarakatnya.
4. Partisipasi tertekan oleh alasan sosial-ekonomi, yaitu peranserta
yang dilakukan karena takut akan kehilangan status sosial atau menderita kerugian/tidak
memperoleh bagian manfaat dari kegiatan yang dilaksanakan.
5. Partisipasi tertekan oleh peraturan, yaitu peranserta yang dilakukan
karena takut menerima hukuman dari peraturan/ketentuan-ketentuan yang sudah
diberlakukan.
syarat tumbuh dan berkembangnya partisipasi
masyarakat
kemauan untuk berpartisipasi merupakan kunci utama bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat. Sebab, kesempatan dan kemampuan yang cukup, belum merupakan jaminan bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat, jika mereka sendiri tidak memiliki kemauan untuk (turut) membangun. Ini sesuai dengan pendapat ahli yang menyatakan bahwa “adanya kemauan akan mendorong seseorang untuk meningkatkan kemampuan dan aktif memburu serta memanfaatkan setiap kesempatan” (Mardikanto,2003).
kemauan untuk berpartisipasi merupakan kunci utama bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat. Sebab, kesempatan dan kemampuan yang cukup, belum merupakan jaminan bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat, jika mereka sendiri tidak memiliki kemauan untuk (turut) membangun. Ini sesuai dengan pendapat ahli yang menyatakan bahwa “adanya kemauan akan mendorong seseorang untuk meningkatkan kemampuan dan aktif memburu serta memanfaatkan setiap kesempatan” (Mardikanto,2003).
Artinya bahwa beberapa kesempatan yang
dimaksud adalah kemauan politik dari penguasa untuk melibatkan masyarakat dalam
pembagunan, baik dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi, pemeliharaan, dan pemanfaatan pembangunan; sejak di
tingkat pusat sampai di jajaran birokrasi yang paling bawah. Selain hal tersebut terdapat kesempatankesempatan yang lain
diantaranya kesempatan untuk memperoleh informasi pembangunan, kesempatan
memanfaatkan dan memobilisasi sumber daya (alam dan manusia) untuk pelaksanaan
pembangunan. Kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan teknologi yang tepat
(termasuk peralatan perlengkapan penunjangnya). Kesempatan untuk berorganisasi,
termasuk untuk memperoleh dan menggunakan peraturan, perijinan, dan prosedur
kegiatan yang harus dilaksanakan, dan kesempatan mengembangkan kepemimpinan
yang mampu menumbuhkan, menggerakkan, dan mengembangkan serta memelihara
partisipasi masyarakat.
pembangunan dilaksanakan secara berencana, menyeluruh,
adil, dan merata untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat Desa. Latar belakang
pentingnya dilaksanakan otonomi Daerah yang luas, yaitu pengakuan terhadap
keragaman sosial budaya karena adanya kekhususan pada suatu Daerah seperti
corak geografis, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan, atau
latar belakang sejarah keberadaan komunitas sosial masyarakat setempat. masyarakat Desa diberikan kembali
haknya untuk mengatur dan mengurus penyelenggaraan Pemerintahan Desa
berdasarkan susunan ash sesuai dengan hak asal usul, nilai budaya,
adat-istiadat masing-masing masyarakat Desa setempat. (observasi, 7 Desember 2010).
dari hasil wawancara dengan salah satu tokoh
masyarakat Kuripan mengatakan “pembangunan
dilaksanakan secara berencana, menyeluruh, adil, dan merata untuk meningkat kan
taraf hidup masyarakat Desa. Latar belakang pentingnya dilaksanakan otonomi
Daerah yang luas, yaitu pengakuan terhadap keragaman sosial budaya karena
adanya kekhususan pada suatu Daerah seperti corak geografis, keadaan penduduk,
kegiatan ekonomi, watak kebudayaan, atau latar belakang sejarah keberadaan
komunitas sosial masyarakat setempat. Sejalan dengan pemikiran di atas, maka
Desa sudah barang tentu mempunyai kedudukan penting sebagai basis otonomi
Daerah yang luas tersebut. masyarakat
Desa diberikan kembali haknya untuk mengatur dan mengurus penyelenggaraan
Pemerintahan Desa berdasarkan susunan ash sesuai dengan hak asal usul, nilai
budaya, adat-istiadat masing-masing masyarakat Desa setempat. (H. Kudrat, 8 Desember
2010).
bab v
kesimpulan dan saran
5.1 Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan yang telah
dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa pembangunan merupakan suatu proses
perubahan sosial dengan partisipatori yang luas dalam suatu masyarakat yang
dimaksudkan untuk kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya
keadilan, kebebasan, dan kualitas yang dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui
kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka. ini menunjukkan bahwa pembangunan
merupakan suatu hal yang selalu menarik untuk dikaji dan diperbincangkan oleh
baik kalangan awam, terpelajar, bahkan sampai kalangan intelektual dalam berbagai
konteks dan situasi. Korelasi dengan itu bahwa pembangunan adalah merupakan
tugas dan kewajiban Pemerintah sebagai Birokrasi Sentralisasi. Mengingat
beberapa daerah-daerah di Indonesia sudah ada nampak mengenai jati diri untuk
ingin selangkah lebih maju bahkan ingin mandiri, tidak mesti semua bergantung
pada Pemerintah Pusat.
5.2 Saran
Berpangkal dari
hasil penelitian ini, maka beberapa saran yang dapat dikemukakan antara lain
sebagai berikut :
1.
Mengingat
bahwa usaha pembangunan di desa merupakan program nasional pemerintah, maka
menjadi tanggung jawab bersama untuk mendukung agar mencapai hasil yang sesuai
dengan yang diharapkan.
2.
Peningkatan partisipasi
masyarakat perlu lebih ditingkat lagi mengingat dampak positif yang sangat
besar dan signifikan bagi tercapainya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan
masyarakat.
3.
Mengningat
hubungan dan peran kepala desa dalam masyarakat yang sangat dekat dan strategis
maka perlu mendapat perhatian dan dukungan semua pihak.
Daftar pustaka
BPMD Kabupaten Lombok barat,
2001. Perencanaan Partisipatif Pembangunan Masyarakat Desa. Lombok
barat.
Danuredjo, 2004. otonomi di Indonesia Ditinjau dalam
Rangka Kedaulatan. Laras. Jakarta.
Kaho J., 2003. Prospek Otonomi
Daerah di Negara Republik Indonesia. Rajawali Pers. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Kameo J., 2002. Titik Berat
Pelaksanaan Otonomi pada daerah Tingkat II (Sebuah Studi Kasus dengan Fokus
Pada Dinas Pendapatan Daerah). Skripsi, Fakultas Hukum UKSW.
Kansil, 2005. Kitab
Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Bina Aksaara, Jakarta.
Karohadi K., dan Soetardjo, 2004. Desa.
Jakarta ; Balai Putstaka.
Kasianto, MJ., 2001. Masalah dan
Strategi Pemabangunan Indonesia, Jakarta ; Pustaka Pembangunan Swadaya
Nusantara.
Lexy J. Moleong, 2006. Metode
Penelitian Kuantitatif. Remaja Rosda Karya, Bandung.
Manan Bagir, 2004. Hubungan
Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Moh. Nazir, 2003. Metodologi
Penelitian. Duta Ilmu. Jakarta.
Mulyono, S., 2006. Menuju
Pembangunan Desa yang Partisifatif, Semarang ; Desa Kita.
Sanafiah Faesal, 2005. Metodologi
Pendidikan Penelitian. Usaha Nasional, Surabaya..
Sugiono, 2007. Metode Penelitian
untuk Pendidikan. Penerbit Alfa Babeta. Bandung.
Suharsimi Arikunto, 2006. Metodologi
Penelitian Teori dan Praktik. Rineka Cipta. Bandung.
Sukkarumidi, 2002. Metodologi
Penelitian, Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Surjadi A., 2004. Pembangunan
Masyarakat Desa. Bandung ; Mandor Maju
Suryabrata Sumadi, 2005, Methodologi
Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Sutrisno Hadi, 2003. Bimbingan
Menulis Skripsi. Yayasan Penerbit Fak. Psikologi UGM. Yogyakarta.
Widjaja HAW., 2004. Otomomi Desa
yang Asli, Bulat dan Utuh. Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada.
Winarno Surakhmad., 2005:107. Dasar
dan Teknik Reseach. Bandung. CV. Tarsito, Bandung.
Yatim Riyanto, 2001. Metodologi
Penelitian Pendidikan. Penerbit SIC. Surabaya.
Lampiran-lampiran
Lampiran 1. Ketentuan Pencairan Dana BLM-ND
|
Tahapan Pencairan:
|
Alokasi Peruntukan
|
Syarat Pencairan
|
Tahun Pertama,
|
Tahap-1:
Rp.175.000.000,-
|
§ T Ahli: Rp.25 juta
§ Pengembangan kapasitas
oleh Masyarakat: Rp.25 juta
§ Dukungan proses
perencanaan Partisipatif: Rp.125 juta
|
§ Setelah SPPB
ditanda-tangani dan verifikasi KMW.
§ Rencana Tindak kegiatan
Perencanaan disepakati dan verifikasi KMW.
|
Tahun ke-Dua,
|
Tahap-2:
Rp.225.000.000,-
|
§ T Ahli: Rp.25 juta
§ Dukungan proses pemasaran
sosial (promosi RBL):
Rp.100 juta
§ Kegiatan fisik
masyarakat: Rp.100 juta
|
§ RTBL selesai dan
dispakati warga+ pemerintah kota/kab.
§ Rencana tindak untuk
kegiatan pemasaran sosial (promosi RTBL) telah disepakati dan diverifikasi
KMW.
§ Rencana tindak untuk
kegiatan fisik yang akan dilakukan (disertai DED+RAB) dan diverifikasi KMW.
§ Penggunaan Dana BLM
tahap-1 sudah > 90%, dipertanggung-jawabkan (laporan keuangan terkini) dan
diverifikasi KMW.
|
|
Tahap-3:
Rp.300.000.000
|
§ Kegiatan fisik masyarakat:
Rp.300 juta
|
§ Rencana kegiatan fisik
yang akan dilakukan (disertai DED+RAB) dan diverifikasi KMW.
§ Penggunaan Dana BLM
tahap-2 sudah > 90%, dipertanggung-jawabkan (laporan keuangan terkini) dan
diverifikasi KMW.
|
|
Tahap-4:
Rp.300.000.000
|
§ Kegiatan fisik
masyarakat: Rp.300 juta
|
§ Laporan Kemajuan Fisik
dan Rencana tindak untuk kegiatan fisik yang akan dilakukan (disertai
DED+RAB) dan diverifikasi KMW.
§ Penggunaan Dana BLM
tahap-3 sudah > 90%, dipertanggung-jawabkan (laporan keuangan terkini) dan
diverifikasi KMW.
|
Akhir Tahun-2
|
|
Selesai Pekerjaan Fisik
|
§ Laporan Penyelesaian
Pekerjaan 100 %.
§ Penggunaan Dana BLM
tahap-4 sudah 100 %, dipertanggung-jawabkan (laporan keuangan terkini) dan
diverifikasi KMW.
|
Lampiran 2.
Kerangka Waktu Pelaksanaan Kegiatan
Lampiran 3. Intervensi
Neighborhood Development dalam konsep Transformasi Sosial
Lampiran 4. Struktur
dan Sistematika Dokumen RTBL
dd
Tidak ada komentar:
Posting Komentar